Omnibus Law dari Sudut Pandang Akademisi

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Belakangan publik dihebohkan dengan berbagai pemberitaan terkait penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Akademisi salah satu perguruan tinggi di Kalimantan Selatan (Kalsel),
Dr Adwin Tista, ikut menyoroti sebagaimana pengamatanya baik dari sisi politik, hukum dan ekonomi.

Adwin Tista juga pengajar di salah satu perguruan tinggi, juga berprofesi sebagai Advokat di Kalsel. Ia melihat, UU Cipta Kerja jika dipandang dari sisi ekonomi dinilai akademisi dan DPR memang mendapat dukungan.

Menurut Adwin, bagaimanapun keberadaan UU Cipta Kerja, jika dilihat sekilas terdapat banyak titipan dari pengusaha yang kini menjadi anggota DPR.

Tentunya, pemerintah kalau melihat dari draf UU Omnibus Law, pendahuluannya bertujuan memberikan peluang untuk tenaga kerja dan investasi.

“Bagaimanapun posisi Indonesia sekarang sangat membutuhkan dana yang masuk dari segi ekonomi,” katanya kepada klikkalsel.com Selasa (13/10/2020).

Akan tetapi di sisi hukum ditambahkannya, antara desain dan pelaksanaan tidak bisa disatukan. Harus dilihat dulu dari segi aturan ke pelaksanaan, apakah akan menemukan gesekan. Jika demikian tentunya tidak bisa.

Dari sudut pandang Adwin juga mengatakan, lahirnya Omnibus Law ini adalah tenaga buruh yang terbagi antara perkotaan dan di daerah daerah yang mana jika berbicara daerah, tentunya harus berkaitan dengan otonomi daerah.

Salah satunya kata dia, Upah Minimum Provinsi (UMP), tunjangan, outsourcing ketenagakerjaan yang jarang sekali tercover, sehingga pelaksanaan UMP bisa berjalan dengan baik.

Kalo dilihat dari segi pengadilan banyak sekali buruh yang dipekerjakan tanpa mendapat banyak pesangon. “Apalagi Sekarang,” tuturnya.

Ia menambahkan, adanya UU Cipta Kerja juga nerkaitan dengan keberadaan buruh outsourcing saat ini, apakah nanti akan menimbulkan ketidak jelasan kalau arahnya berpatokan ke Omnibus Law, otomatis semua akan di arahkan ke outsourcing.

Maka kata dia, jika demikian boleh di katakan pekerja dan buruh ini dengan serta merta dapat diberhentikan tanpa pesangon.

“Sedangkan dari segi politik, bagaimanapun siapa yang berkuasa itulah yang pasti jadi pemenangnya,” ungkapnya.

Berdasarkan tiga hal tadi ungkapnya agak susah untuk menerapkan apabila UU Cipta Kerja dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat.

“Jadi saran saya mengenai hal ini kita harus duduk bersama terlebih dahulu, pemerintah, pengusaha dan buruh. Ini kan 3 sentral pokok perekonomian dan pendapatan income di Indonesia,” ucapnya.

Belum.lagi ujarnya, adanya UU Cipta Kerja ini, dari pertambangan yang sebelumnya diserahkan ke kabupaten kemudian ditarik ke provinsi, sekarang ditarik lagi kepada pemerintah pusat.

Lanjutnya, jika pemerintah mau bertindak dan tidaknya, akan bertentangan dengan izin yang dikeluarkan pemerintah pusat karena tujuannya ingin mempermudah aturan perizinan.

Sedangkan yang menderita sebab hal ini adalah daerah penghasil pertambangan hingga masyarakat sekitar merasakan dampaknya.

Baca juga : Mahasiswa dan Buruh kembali Rapatkan Barisan, Siapkan Aksi Lanjutan

“Itu yang selama ini kita khawatirkan. Jadi kuncinya adalah desain rancangan UU yang diatur itu, sangat susah dijalankan,” ujarnya.

Memang kata dia, sosialisasi sudah disampaikan ke masyarakat 6 bulan lalu. Meski disetujui, banyak masyarakat yang belum tahu terkait apa yang sudah disosialisasikan waktu itu.

Baca juga : Omnibus Law Ciptaker, Membuka Kesempatan Kerja Bagi generasi Muda

Apa lagi sekarang, diperintahkan juga bagi seluruh kepala daerah untuk mendukung apa yang sudah di rencanakan pemerintah pusat.

Sekarang ujar Adwin yang jadi masalah adalah, untuk menghadapi langsung aksi dari pemerintah daerah. Baik itu desa, kabupaten dimana sentral perekonomian ini datangnya dari daerah, lalu kemudian diserahkan ke pusat.

“Itu dari segi hukum,” ucap Adwin Tista.

Adapun dari segi politik lainnya, adanya oligarki antara pengusaha dan penguasa, bagaimanapun memiliki kepentingan langsung.

“Kalau dari segi dukungan jika Omnibus Law secara aturan dan tujuannya itu bagus, saya mendukung penuh,” imbuhnya.

Tapi pelaksanaanya akan menjadikan komplit yang mana UU dulu belum sempurna, karena dibuat dengan tujuan untuk sempurna, sebenarnya bagus.

“Cuman, nantinya jangan sampai kita memakai cara kekerasan yang mana setiap daerah memiliki macam-macam tradisi dan pemahaman,” katanya.

Video : Demo Tolak Omnibus Law di Banjarmasin Berakhir Damai

Masih menurit Adwin, UU Omnibus Law ini bagus, sepanjang didukung aturan pelaksanaan yang jelas, dapat diterima oleh buruh dan masyarakat khususnya kalangan mahasiswa.

“Kaerena ada yang belum bekerja dan sudah bekerja baik di BUMN atau BUMD, itu secara otomatis sudah jelas mereka mempunyai aturan tersendiri,” ucapnya lagi.

Namun, Adwin juga melihat dari segi masyarakat yang bekerja disebuah perusahaan swasta adanya penambahan jam kerja, pengurangan pesangon dan lebih ditakutkan lagi dengan masuknya tenaga asing yang selama ini dari segi gaji dan kerja lebih banyak dari orang daerah.

Sekarang yang memicu masyarakat atau mahasiswa turun aksi adalah, dalam aturan pelaksanaan UU itu selalu ada sosialisasi yang melibatkan akademisi, kemudian kemudian melakukan seminar.

Ini lah kata dia yang menjadi masalah, sehingga menimbulkan polemik dan penafsiran yang berbeda beda.

Sehingga terjadi ketakutan dari kalangan mahasiswa yang masih belajar belum terjun ke dunia kerja dan tidak ada kepastian di masa depannya. Sedangkan yang sudah bekerja tidak mau ada aturan yang semena mena yang seperti apa nanti perlindungannya.

“Itulah yang selama ini saya lihatz ada kekuatiran itulah yang menimbulkan kenapa mahasiswa beraksi,” tutupnya.(airlangga)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan