Sarankan Pendemo Ajukan Uji Materi ke MK, Pakar Hukum : Langkah Paling Sesuai Sistem Tata Negara

Menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja
Menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Gelombang aksi unjuk rasa menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja masih saja terjadi diberbagai daerah , termasuk Kalimantan Selatan meski undang-undang tersebut telah di sahkan oleh Presiden.

Kalangan mahasiswa yang telah beberapa kali menyuarakan aksinya di depan Gedung DPRD Kalsel pun tampaknya masih belum menyerah demi dicabutnya Undang-undang tersebut.

Menyikapi hal itu pakar hukum Kalimantan Selatan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (STIHSA), Dr H Abdul Halim Sahab SH MH kepada klikkalsel.com mengatakan cara terbaik yang saat ini bisa ditempuh jika memang ingin undang-undang tersebut dicabut ialah dengan mengajukan Judicial Review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

“Bawa bukti-bukti yang menguatkan dan yakinkan hakim konstitusi untuk mencabut undang-undang tersebut,” ujarnya, Senin (9/11/2020).

Menurutnya mengajukan uji materi UU ke MK merupakan langkah yang sesuai dengan sistem tata negara sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih jauh ia sebenarnya tidak melarang adanya aksi turun ke jalan oleh kalangan yang tidak sepakat dengan di sahkannya UU tersebut, namun ujarnya pengajuan uji materi adalah langkah paling tepat sejauh ini.

Baca juga : FPI Banjarmasin Unjuk Rasa Besar-besaran Meminta DPRD Kalsel Boikot Produk Prancis

Penyampaian aspirasi tersebut telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, sehingga masyarakat tidak harus takut dalam menyuarakan suaranya.

Namun masyarakat juga harus melihat peraturan yang mengikutinya yaitu Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Disana ujarnya tertuang apa yang menjadi hak dan menjadi kewajiban serta batasan yang harus diperhatikan oleh masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya, seperti harus memperhatikan batas waktu dan norma-norma yang berlaku.

Kenapa hal itu harus diperhatikan, karena ujarnya saat itu dilanggar maka akan ada hak azasi orang lain yang dikorbankan. Dan saat itu terjadi maka mau tidak mau polisi akan mengambil sikap.

“Dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002, kita juga harus memahami polisi dalam melakukan tugasnya sebagai penegak hukum tidak hanya melakukan tindakan preventif, tapi juga melakukan tindakan refresif guna menjamin terciptanya ketertiban,” jelasnya.

Untuk itu ia meminta kepada seluruh pihak terkait untuk saling menjaga dan menghormati pada saat proses penyampaian aspirasi dimuka umum. “Pengunjuk rasa harus mematuhi aturan dan mau membuka ruang dialog. Polisi juga tidak boleh melakukan tindakan-tindakan diluar SOP yang telah ditentukan,” imbaunya. (david)

Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan