Suka Duka Jadi Anggota Buser, Dari Sering ‘Menggembel’ Hingga Berjibaku Dengan Penjahat

Ipda Hendra Agustian Ginting bersama Kapolsek Banjarmasin Barat, Faizal Rahman saat melakukan penyelidikan

Berbekal itu pihaknya melakukan penyisiran ke sejumlah rumah sakit dan klinik untuk mendapatkan informasi dari semua orang dengan luka di tangan saat malam kejadian. Hingga akhirnya pihaknya mendapatkan identitas dan nomor telpon yang diduga kuat sebagai pelaku.

“Kendala berikutnya saat kita telpon nomornya tidak aktif dan alamat rumahnya pun tidak jelas. Namun berbekal ciri-ciri fisik pelaku, berkat ridho dari Allah dan kerja tim akhirnya semua pelaku berhasil kita tangkap,” ujar pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kanit Reskrim Polsek Banjarmasin Utara tersebut.

“Untuk mengungkap kasus tersebut kita sampai tidak pulang selama 5 hari. Karena salah satu pelaku kabur keluar kota. Saat itu kita tidur dimana saja yang memungkinkan untuk tidur. Bisa di mushala atau di mobil,” sambungnya.

Banyak suka duka yang harus dilewati bersama rekan-rekannya yang dikisahkan kepada klikkalsel. Bahkan Ketika ditanya masalah waktu berkumpul dengan keluarga, Ipda Hendra Agustian Ginting hanya tertawa kecil. Menurutnya waktu berkumpul dengan keluarga adalah hal berharga mengingat tugasnya sebagai polisi yang memburu penjahat harus membuatnya lebih banyak berada di luar rumah.

“Sering di komplain sama keluarga. Sudah bikin janji, eh ternyata ada kejadian. Akhirnya mau tidak mau kita berangkat menjalankan tugas,” ucapnya.

Baca Juga : Keluar Toilet Mushola, Warga Jaro ini Malah Ditangkap Polisi Karena Kedapatan Bawa Sabu

Bukan hanya waktu, ia menyebut tidak jarang harus merogoh kocek pribadi untuk menyelesaikan misi. Mengingat dana yang diberikan dalam pengungkapan kasus memang terbatas dan membutuhkan waktu untuk turun. Di satu sisi dalam mengungkap kejahatan pihaknya harus berlomba dengan waktu. Karena ujarnya semakin lama kasus itu terungkap, maka akan semakin sulit menelusurinya.

Belum lagi ujarnya jika ada kejadian yang memang biayanya tidak ditanggung negara. Misalnya ada pencopet yang dihakimi massa. Saat nyawanya tinggal setengah baru diserahkan ke polisi. Mau tidak mau ujarnya pihaknya akan langsung membawa pelaku ke rumah sakit dan mengobatinya.

Kondisi itu kadang tak pelak membuat pihaknya harus mengeluarkan anggaran pribadi atas nama kemanusiaan.

Risiko lain yang harus diterima ialah jika ada pelaku kejahatan yang melawan saat ditangkap. Untuk itu ujarnya perlu kejelian polisi untuk melakukan pendekatan. Baik pendekatan kepada pelaku maupun kepada pihak keluarga.

Meski tidak pernah mengalami perlawanan yang fatal saat penangkapan, ia menyebut tetap waspada dalam bertugas.

“Alhamdulillah upaya persuasif kami melakukan pendekatan kepada keluarga dan pelaku sejauh ini selalu berhasil. Karena polisi itu harus cerdas dengan mencari peluang dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki,” ucapnya lagi.