Perjuangan Denny Indrayana Menangkan Gugatan di MK Dinilai Berat, Begini Uraian dari Pengamat

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Langkah calon Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Denny Indrayana menggugat hasil penghitungan suara Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sulit untuk dimenangkan.

Dalam persidangan, kandidat nomor urut 2 ini harus bisa membuktikan secara faktual dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Praktisi hukum senior, Muhammad Effendy, menerangkan, berdasarkan pengalamannya beracara di MK, pihak pemohon harus benar-benar matang dalam melayangkan gugatan. Terlebih pada pembuktian sengketa hasil penghitungan suara Pilkada yang mana telah berjenjang rekapitulasinya dari tingkat TPS hingga kabupaten/kota dan provinsi.

“Kalau hasil manual dan elektrik ini sama, agak susah kita membuktikan di mana kecurangannya,” tuturnya kepada awak media, Rabu (23/12/2020).

Dosen hukum tata negara Universitas Lambung Mangkurat ini menguraikan, pembuktian dugaan kecurangan penghitungan suara harus dikuatkan dengan alat bukti yang sah seperti salinan resmi rekapitulasi suara berjenjang. Misalnya formulir C.Hasil-KWK untuk perhitungan suara di TPS.

Berdasarkan pemberitaan media, dia menerangkan kandidat nomor 02 tersebut menduga ada kecurangan di beberapa TPS, yang mana paslon bersangkutan nihil mendapatkan suara.

Dia berpendapat, kejanggalan perolehan suara di beberapa TPS itu harus dikalkulasikan dengan selisih perolehan suara antara Sahbirin-Muhidin dan Denny-Difri yang terpaut sekitar 8.000 suara.

“Itu juga kalau bisa dibuktikan boleh. Jadi harus kehitung apakah jumlah pemilih keseluruhan yang janggal-janggal itu, apakah melebihi dari jumlah selisih. Kalau yang dipersoalkan itu sekitar 5.000 atau dibawah 8.000 lah, paling perintah MK itu selesaikan secara pidana kalau ada penyimpanan pidana dan tak akan merubah hasil,” ucapnya.

Lanjut, sebutnya, andai kejanggalan dugaan penyimpangan suara di beberapa TPS tersebut melebihi 8.000, maka ada kemungkinan MK memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) dan bisa dilakukan perhitungan ulang.

Dia berpendapat seharusnya pemohon gugatan di MK harus memperhatikan selisih suara.

“Kecuali bisa membuktikan (pelanggaran) TSM (terstruktur sistematis dan masif). Nah jadi kalau kita melihat pengalaman pilpres. MK sangat mempertimbangkan hal-hal yang sudah diselesaikan Bawaslu, MK tidak akan lagi mengikuti itu karena dianggap selesai sudah,” terangnya.

Diketahui, Denny Indrayana kembali melayangkan dugaan pelanggaran TSM ditudingkan kepada petahana Sahbirin Noor terkait bantuan sosial (bansos) untuk keperluan kampanye. Sebelumnya perkara ini telah rontok Bawaslu Kalsel dan Bawaslu RI.

Kendati demikian, Muhammad Effendy mengatakan apabila pemohon gugatan di MK mengaitkan dugaan pelanggaran TSM harus ada data-data atau kejadian terbaru yang belum diselesaikan oleh Bawaslu.(rizqon)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan