Hotel Bandjer, Hotel Kelas Satu di Kota Banjarmasin Saat Masa Hindia Belanda

Potret Hotel Bandjer satu satunya hotel kelas satu di masa Hinda Belanda (Mansyur)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sebuah gambar Hotel Bandjer di Kota Banjarmasin pada zaman Hindia Belanda, tepatnya sekitar tahun 1912 pernah ngetren karena digunakan sebagai gambar antik kartu pos hitam putih.

Hal itu diungkapkan Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat Mansyur, kartu pos tersebut memuat foto dengan dua buah gambar berbeda dengan sisi belakangnya.

“Gambar pertama memuat bangunan dengan titel Hotel Bandjer. Kemudian gambar kedua seorang Room Boy yang tengah berpose,” ujarnya, Minggu (4/12/2022)

Kartu pos itu, setahu Mansyur dicetak dan diterbitkan T. Schwidernoch Wienna Hacking sekitar tahun 1899.

“Keunikan dari kartu pos itu membuat seorang kolektor di wilayah Tilburg, Netherlands menyimpannya sebagai koleksi, hingga melelangnya pada tahun 2017 di ebay seharga US $79.99 atau sekitar Rp 1.080.945.95. Harga yang lumayan mahal untuk sebuah kartu pos lama,” ceritanya.

Hotel Bandjer kala itu, adalah satu-satunya hotel kelas satu di Gemeente (Kotamadya) Banjarmasin pada masa Hindia Belanda. Meskipun dalam kartu pos yang terbagi dua seri itu, sama sekali tidak menuliskan alamat hotelnya.

Hal itulah yang memantik untuk mencari tahu keberadaannya. Akhirnya, satu karya Prof. Idwar Saleh tentang Kota Banjarmasin tahun 1981 menguak informasi. Sebelum Kota Banjarmasin berstatus Gemeente nama hotel ini adalah hotel Wiggers.

“Nama itu, identik dengan Hotel Wiggers di kawasan Bad Oldesloe, Jerman. Apakah ada hubungannya? Memang belum bisa dipastikan,” imbuhnya.

Dalam buku Egon,s Predecessors, Dutch Insurance Through 1870, nama Wiggers tertulis C.F.W Wiggers van Kerchem, yang pada 31 Desember 1859 mendirikan Nederlandsche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij (NILLM).

“Perusahaan ini yang menjadi cikal bakal Asuransi Jiwasraya. Wiggers juga menjadi Presiden Direktur De Javasche Bank periode 1863-1868,” ungkapnya.

“Dari kartu pos, memang kurang detail memberikan informasi mengenai lokasinya,” sambungnya.

Idwar Saleh, kata Mansyur mengungkapkan, bagian depan Hotel Bandjer menghadap ke Sungai Martapura. Kemudian di depan teras hotel terdapat sebuah kebun binatang yang lumayan keadaannya.

Pada wilayah sekitar hotel ini terdapat sejumlah rumah rumah besar. Berupa perkampungan kecil. Uniknya di sekitar hotel juga terdapat aktivitas Pasar Sore yang sekarang disebut Pasar Kupu-kupu.

“Pada lokasi itu berdekatan dengan sebuah Kantor Pos dan rumah orang-orang kaya. Satu diantaranya rumah Mas Usup,” imbuhnya.

Pelabuhan Banjarmasin (Pelabuhan lama) saat itu juga masih belum mengalami pelebaran dermaga. Cukup hanya untuk menampung dua buah kapal penumpang armada K.P.M. milik Pemerintah Hindia Belanda.

“Dulunya, hotel ini memang hanya diperuntukkan untuk orang-orang Eropa. Sementara pribumi tidak diperbolehkan,” terangnya.

Lebih jauh, mengenai lokasi hotel Bandjer, juga digambarkan dalam Peta Schetskaart van de Hoofdplaats Bandjermasin en omliggend terrein, 1916 yang dibuat oleh H.P. Loing.

“Seperti penggambaran Idwar saleh, Hotel Bandjer juga dilukiskan terdiri dari satu bangunan panjang. Kemudian terdapat beberapa bangunan lain di sekitarnya,” ungkap Mansyur lagi.

“Apabila dilihat keberadaan dari Jalan Pasar Kupu Kupu sekarang, terletak di dekat Lapangan Tenis Korem. Bisa melewati Jalan Samping Jembatan Dewi. Pasar kupu-kupu sekarang menjadi lokasi jual atay beli barang besi. Umumnya juga dikenal dengan jalan Bank BRI yang berlokasi di belakang Bank BCA dan Mandiri lebih tepatnya,” jelasnya.

Baca Juga : Sejarah Berdirinya Kabupaten Tabalong, 1 Desember 1965

Baca Juga : Kisah Rumah Balai Bini di Pengambangan Hingga Menjadi Tempat Persembunyian Pejuang Banua

Lokasi hotel itu, kata Mansyur dulunya bisa dicapai dari arah jalan utama Hendrich Haanweg atau jalan Resident de Haanweg (sekarang Jalan Lambung Mangkurat), kawasan yang umumnya ditempati oleh pegawai pemerintah kala itu.


Kemudian, letak Pasar Kupu-kupu tidak jauh dari Coenbrug (jembatan Coen). Antara Coenbrug dan Pasar Lama adalah tempat yang strategis, baik bagi pemerintahan Belanda hingga Pemerintah Kota Banjarmasin dan Provinsi Kalsel di masa sekarang.

Disamping itu, juga terdapat kawasan tempat tinggal dan perkantoran Resident Belanda di jalan Resident de Haanweg (sekarang Jalan Lambung Mangkurat)

“Dibangun dengan arsitektur rumah Joglo Jawa dari kayu ulin beratap sirap. Tempat itu pada tahun 1988 dirubuhkan pada masa Gubernur Muhammad Said kemudian didirikan perkantoran Gubernur Kalsel. Lebih ke hilir lagi terdapat Benteng Tatas (sekarang menjadi kawasan Masjid Sabilal Muhtadin),” tuturnya.

Mengenai bangunan Grand Hotel Bandjer berada di jalan yang kurang lebih sepanjang 3 kilometer dan berbaur dengan pemukiman penduduk.

Untuk layanan mandi, kata Mansyur kala itu juga dari kolam air hujan. Akan tetapi bangunan ini mengalami keuntungan terhindar dari serangan rayap, karena tanahnya yang tetap lembab. Karena itu lantainya hanya dilapisi dengan penutup semen terlebih dahulu.

“Kemudian struktur bangunan lantai beton tidak diubah. Pada hotel ini menyediakan ruang makan di sebelah kanan hotel dengan view menghadap Sungai Martapura,” ceritanya.

Dari data lain, kata Mansyur mengenai hotel ini, mengutip A.C. Krusemen (1922) dalam tulisannya Aarde en haar volken, menceritakan bahwa Hotel Bandjer pada masanya menawarkan layanan untuk Susur Sungai di Kota Banjarmasin.

“Hal paling menarik adalah mengunjungi penjual tanggui (caping) khas Banjar, penutup kepala yang terbuat dari daun nipah kering berbentuk setengah lingkaran. Penjualnya di “toko” terapung di wilayah Kuin,” tuturnya.

“Susur Sungai diadakan manajemen hotel setiap jam 4 sore, yang melayani perjalanan sepanjang sungai ke wilayah Marabahan. Satu di antara kapal yang mengantarkan wisatawan bernama kapal Negara. Jalur yang dilalui adalah Sungai Martapura dan Barito,” lanjut Mansyur menjelaskan.

Lebih lanjut, kata Mansyur, Iklan Hotel Bandjer kala itu dimuat dalam Surat Kabar Soerabaiasch Handelsblad hari Sabtu 1 November 1902 yang menuliskan hotel ini berperingkat satu di Bandjermasin lengkap dengan berbagai fasilitasnya yang memanjakan wisatawan.

Dibangun berbentuk paviliun di tepian Sungai Martapura, berdekatan dengan Kantor Pos dan benteng Tatas. Dilengkapi hiburan biliar dan meja baca. Sementara pipa air dialirkan melalui gedung.

Juga terdapat kamar mandi yang berdekatan dengan Sungai Martapura. Terdapat dermaga untuk tempat bersandarnya perahu yang membawa pelancong.

Bahkan, kata Mansyur makanan yang disajikan sangat baik serta dilengkapi sambungan listrik.

“Untuk bahasa pengantar di Hotel itu bisa menggunakan Bahasa Jerman, Perancis dan Inggris. Iklan dibuat di masa jabatan administrator hotel, JA Goedbloed,” ungkapnya.

Dalam catatan sejarah, berdirinya Hotel Bandjer yang kemudian berubah nama menjadi Grand Hotel Bandjer, tidak terlepas dari ramainya kegiatan Kepariwisataan masa Hindia Belanda.

Dimulai secara resmi sejak tahun 1910-1912 setelah keluarnya keputusan Gubernur Jenderal atas pembentukan Vereeneging Toeristen Verkeer (VTV) yang merupakan suatu biro wisata pada masa itu.

Untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang melakukan perjalanan ini, maka didirikannya pertama kali suatu cabang Travel Agent di Jalan Majapahit No.2 Jakarta, tahun 1926 yang bernama Lissone Lindemend (LISIND) yang berpusat di Negeri Belanda.

“Lalu di tahun 1928 Lislind berganti nama menjadi Neder-landche Indische Touristen Bureau (NITOUR) yang merupakan jaringan dari KNILM. Saat itu, kegiatan pariwisata lebih banyak didominasi kaum kulit putih saja, sedangkan untuk bangsa pribumi bisa dikatakan tidak ada,” imbuhnya.

Kemudian, fungsi hotel pada masa-masa itu juga banyak digunakan untuk penumpang kapal laut dari Eropa.

“Hal itu mengingat belum adanya kendaraan bermotor untuk membawa tamu-tamu tersebut dari pelabuhan ke hotel dan sebaliknya. Karena itu maka digunakan kereta kuda,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi