Korban Dugaan Malapraktik RSUD Ulin Banjarmasin Trauma dan Sempat Merasa Diusir Sehari Setelah Kejadian

Ilustrasi proses bersalin atau melahirkan (internet)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Keluarga korban diduga malapraktik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin mengaku trauma usai melahirkan karena masih mengingat kepala si bayi yang putus dan tertinggal dalam rahim.

Hal itu diucapkan MS (38) warga Basirih Kecamatan Banjarmasin Barat kepada klikkalsel.com Jumat (26/4/2024).

Bahkan sampai saat ini, kejadian kelam tersebut masih terbayang-bayang di ingatannya. Apalagi dirinya juga mengaku sempat merasakan adanya perlakuan yang tidak enak dari seorang perawat.

Sementara itu, suami korban, HS (41) menuturkan kejadian tersebut terjadi pada 14 April 2024. Bermula ketika istrinya hendak melahirkan lantaran kandungannya sudah pecah ketuban di usia kehamilan 8 bulan setengah.

“Jadi sempat mengalami pecah ketuban di rumah, lalu dilarikan ke rumah sakit Sultan Suriansyah,” ujarnya.

Namun, karena di rumah sakit tersebut pasien sudah penuh, MS dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk melakukan persalinan.

“Sampai di Rumah Sakit Ulin dibawa ke ruang UGD,” ujarnya.

Dalam ruangan UGD tersebut, dikatakan sudah akan melahirkan sehingga para Nakes yang berada di sana langsung melakukan proses persalinan.

Saat hendak dilakukan proses persalinan itu, pihak nakes yang berjumlah sekitar 8 orang, terdiri dari doktor muda berpakaian warna biru sama sekali tidak memberikan penjelasan terhadap keluarga.

Serta ujarnya saat itu tidak ada berkas yang harus diisi maupun ditandatangani pihak keluarga.

“Saya hanya menemani di samping, karena pembukaan sudah terjadi sebagai tanda waktunya untuk melahirkan sudah lengkap,” ujarnya.

Hingga sekitar 20 menit, bayi tersebut keluar yang disaksikan olehnya. Namun anehnya kepala bayi tidak ada.

Dirinya pun sempat bingung. Namun, enggan memberitahu istrinya tersebut karena dalam kondisi kesakitan dan kelelahan.

“Saya takut memberitahunya, takut ngedrop, sebelumnya memang ada perawatnya bilang kalau bayinya nanti keluar tidak menangis,” ujarnya.

HS mengakui hal tersebut wajar, karena memang ada bayi yang lahir tidak menangis.

Akan tetapi setelah lahir, dalam hati yang dibingungkan kenapa tidak ada kepalanya.

“Kemudian saya disuruh menunggu di keluar,” imbuhnya.

“Istri saya masih di dalam diminta untuk memberikan tekanan (Mehajan),” sambungnya.

Baca Juga : Dugaan Malapraktik Kepala Bayi Putus Saat Persalinan, Humas RSUD Ulin: Tunggu Hasil Pemeriksaan

Baca Juga : Dugaan Malapraktik di Rumah Sakit Milik Pemprov Kalsel, Kepala Bayi Putus dan Tertinggal Dalam Rahim Saat Persalinan

Sontak, terlintas dipikirannya bahwa kepala anaknya masih tertinggal di dalam rahim sehingga istrinya masih melakukan proses persalinan.

Sementara itu, dirinya juga mencoba untuk berpikir tenang dan berikhtiar dengan apa yang sudah terjadi.

Keyakinannya bahwa kepala anaknya masih tertinggal di dalam rahim istrinya tersebut semakin kuat setelah selang beberapa menit melihat salah satu nakes membawa alat vakum ke ruang UGD tempat istrinya melahirkan.

Disamping itu, ia mengetahui jika posisi bayi dalam kandungan sungsang. Hal itu diketahuinya usai melakukan pemeriksaan di rumah sakit Sultan Suriansyah saat kandungan isterinya baru berusia 7 bulan.

“Waktu itu sempat bertanya kepada dokter, kata dokter harus operasi karena sungsang,” imbuhnya.

Akan tetapi, saat di UGD RSUD Ulin Banjarmasin dilakukan proses lahiran dengan cara yang normal.

Disamping itu, korban MS pun menambahkan, usai dari UGD, ia yang merupakan pasien dengan fasilitas Kartu Indonesia Sehat (KIS) dipindahkan ke sebuah ruangan pasien.

“Hari Minggu melahirkan, Senin disuruh bulik (pulang) oleh perawat. Maka kesannya kasar kaitu. Saya bilang masih lemas dan dijawab perawat harus bisa,” ungkapnya.

Dengan pasrah dan kondisi masih lemas, MS keluar dari ruangan tersebut. Bahkan dirinya sempat merasa pusing ketika dalam perjalanan keluar dari kawasan rumah sakit.

Setelah itu, MS hanya berdiam diri di dalam rumah dengan perasaan sedih dan seketika mengaku menangis ketika teringat situasi itu

Hingga Jumat (19/4/2024) korban melapor ke kantor polisi dan dilakukan visum di rumah sakit Bhayangkara. Barulah korban menyadari jika jahitan usai persalinannya terbuka dan harus dilakukan penanganan kembali.

Lebih lanjut, korban MS juga mengungkapkan jika dirinya sudah memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.

Dari keterangan rumah sakit yang dirinya tahu, terdapat sebuah perbedaan yang mana kepada pihak kepolisian, pihak rumah sakit mengatakan bayinya tersebut sudah meninggal lebih dulu di dalam kandungan, yakni sekitar 8 jam sebelum kelahiran.

“Kepada kami pihak rumah sakit tidak ada mengatakan itu. Sementara saat kami datang ke rumah sakit, merasa masih ada detak jantungnya (bayi),” imbuhnya.

Diwaktu yang sama, orangtua korban, M (73) mengatakan, jika jasad cucunya tersebut telah dimakamkan tidak jauh dari rumahnya. Sebelum dimakamkan ia melihat terdapat jahitan di sekeliling leher jasad si bayi.

M (73) orangtua MS (38) saat menunjuk makan cucunya yang diduga menjadi korban malapraktik

Dirinya juga mengaku sangat menyayangkan peristiwa tersebut bisa terjadi, bahkan sampai saat ini tidak ada dari pihak rumah sakit menghubungi atau mengecek kondisi anaknya tersebut.

“Sangat menyayangkan tapi namanya takdir apa boleh buat sudah,” ujarnya.

Meskipun demikian, pihaknya juga berharap rumah sakit tidak teledor sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali.

“Rumah sakit bisa memberi tanggung jawab lah,” pungkasnya. (airlangga).

Editor: Abadi