Soal RUU Omnibus, KSPSI Mengadu ke Dewan Banjarmasin

KSPSI saat menyampaikan aspirasi yang diterima Ketua DPRD Banjarmasin Hary Wijaya dan Ketua Komisi IV DPRD Banjarmasin Matnor Ali. (farid)

BANJARMASIN, klikkalsel – Sejumlah perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyampaikan aspirasi penolakan klaster ketenagakerjaan dimasukan ke RUU Omnibus Law, ke DPRD Banjarmasin, Kamis (5/3/2020).

Pada pertemuan dengan Ketua DPRD Banjarmasin Harry Wijaya didampingi Ketua Komisi IV DPRD Banjarmasin Matnor Ali, perwakilan KSPSI menilai draft RUU Omnibus Law tidak ada kepastian kerja, perlindungan upah pekerja, serta berpotensi hilangnya jaminan kerja sosial.

“Tiga prinsif inilah membuat kami dengan adanya omnibus law ini menjadi khawatir,” terang Biro Hukum KSPSI, Sumarlan usai pertemuan di ruang mini DPRD Banjarmasin.

Ia menilai, dari tiga prinsip itu tadi setidaknya ada 9 dasar yang akan dihilangkan dalam UU omnibus law, yakni upah minimum, pesangon, mudahnya tenaga asing masuk, adanya PHK tanpa pesangon, outsourcing terus dilegalkan.

“Ini lah yang mengancam pekerja-pekerja yang ada di negara kita. Kedatangan kami adalah menyamakan dengan menyampaikan hal yang sama mengeluarkan cluster ketenagakerjaan dari draft omnibus law cipta kerja dari penggodokan DPR RI,” jelasnya.

Meski demikian, kata Sumarlan, pihaknya hanya bisa menunggu keputusan DPR RI yang menangani penggodokan Omnibus Law ini.

“Suka tidak suka memang draft RUU ini sudah masuk ke DPR RI, tinggal menunggu penggodokan. Hasil akhirnya seperti apa, jika memang pahit kami rasakan UU No 13 masuk dalam UU yang digodok dalam omnibus law, maka kami akan melakukan suatu perlawanan. Instruksi secara kelembagaan bahwa SPSI sudah menyatakan melakukan mogok nasional maupun daerah dari semua lini,” sebutnya.

Dijelaskannya, omnibus law di dalamnya ada 11 cluster, salah satunya adalah nomor ketiga yaitu ketenagakerjaan. Selain itu ada perihal tentang permudah perizinan, royalti, perpajakan, pertanahan, bahkan ada prinsip paling krusial adalah masalah keluarga. Sehingga dinilainya ini lah menjadi penolakan masyarakat.

“Tapi secara masif yang bisa bergerak sama-sama adalah buruh tentang masalah ketenagakerjaan. Karena secara tidak langsung UU 13 tahun 2003 ada 65 pasal yang akan direduksi masuk Omnibus law. Tapi diantara 65 itu tidak ada satu pasal pun tidak mengurangi hak buruh, sehingga sudah barang tentu sudah beralasan buruh saat ini berontak,” ujarnya.

Pihak dewan kota dalam hal ini menyambut baik dengan aspirasi pekerja. Disampaikan Ketua Komisi IV, Matnor Ali, memang omnibus law adalah cara merampingkan suatu UU.

“Kita tahu mereka datang untuk memperjuangkan hak pekerja yang ada di Kalsel. Pada omnibus law memang seperti pesangon ingin dihilangkan, kelebihan jam kerja tidak dibayarkan. Padahal di UU nomor 13 mereka dapatkan,” ungkapnya.

Kalau pun dihapuskan, Matnor mengatakan, DPR harus memberikan dukungan juga kepada hak pekerja.
“Kalau bisa, UU nomor 13 itu apa yang tidak dirasa baik maka diperbaiki saja. Sebenarnya kami juga sudah menyampaikan ini kepada DPR RI tanggal 3 Maret tadi. Kami di sini hanya menjadi fasilitator, mereka juga tidak memaksa tuntutan. Artinya ini mereka menyampaikan aspirasi,” sebutnya.

Ia merasa wajar, hak buruh dalam menyampaikan aspirasi dan dilakukan buruh saat ini adalah wajar, karena atas kekhawatiran akan adanya kehilangan hak yang sudah mereka dapatkan selama ini.

“Kita rasa tujuan pemerintah baik dan semoga dalam penggodokan nanti pemerintah bisa arif dan bijaksana mengambil keputusan,” pungkasnya. (farid)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan