Kisah Penyelam Tradisonal, Bekerja Tanpa Dibayar, Nyawanya Diujung Selang

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Penyelam tradisional yang tergabung di organisasi kemanusiaan Water Rescue perlu mendapat perhatian pemerintah.

Peralatan seadanya seperti kompresor yang terhubung dengan selang udara, bukan peralatan yang layak saat mereka berada hingga ke dasar sungai.

Menyelam malam atau siang hari hingga puluhan meter ke dalam air dengan perlengkapan seadanya, sudah menjadi hal biasa. Bahkan risiko cacat seumur hidup sampai jiwa melayang adalah taruhan bagi penyelam tradisional ini.

Salah satunya Hairil. Penyelam sipil dari Water Rescue Alalak Selatan mengatakan, peralatan yang ia gunakan hanya mesin kompresor yang biasa dipakai di bengkel untuk mengisi angin terhubung dengan selang panjang berkisar 60 meter.

Di ujung selang, terpasang Dakor (alat selam yang digigit disambung tabung udara)
yang digigit. Namun dengan peralatan tersebut, ia mengaku sudah berapa jasad orang tenggelam telah dievakuasi.

Menurut pria yang sudah menjadi penyelam sipil sejak 2002 itu, menceritakan, berbagai macam kejadian yang ia temui saat melakukan penyelaman atau penyelamatan orang tenggelam di sungai.

Ia bercerita, saat pertama kali melakukan penyelaman di bawah kedalam 8 meter sering terjadi tekanan pada bagian telinga yang menimbulkan sakit.

Namun rasa sakit itu sudah tidak terjadi lagi karena sering dan sudah terbiasa. Hairil sendiri mengaku mampu melakukan penyelaman selama 1 jam di dalam air.

Saat mencari orang tenggelam kata dia, biasanya posisi korban dalam keadaan membungkuk dan kadang pula di dalam air si korban yang sudah tidak bernyawa itu masih berpegang pada ranting-ranting di bawah air.

“Biasanya kalau kami melakukan penyelaman Nonstop 24 Jam korban biasanya ketemu, asalkan pekerjaan kami tidak diganggu, ya jangan sampai di kasih sesajen atau semacamnya berbau mistis yang sifatnya mengganggu proses evakuasi,” kata Hairil kepada klikkalsel.com Selasa (5/1/2021).

Namun, Hairil sebagai orang Banjarmasin masih mempercayai hal mistis tersebut. Menurut cerita rakyat, sebagian orang dulu masih memelihara buaya gaib (begaduhan dalam bahasa banjar).

“Bukanya tidak percaya, tapi itu justru menjadi kendala, cukup percaya sama kami tawakal kami akan berusaha semaksimal mungkin setiap kali melakukan penyelaman untuk mengevakuasi orang tenggelam,” jelasnya.

Bahkan, kata Hairil bercerita, ia kerap juga saat melakukan penyelaman melihat bahkan menyentuh lubang-lubang di dalam air atau taluk (pusaran dalam air), disebut warga sekitar sebagai liang (sarang) buaya yang ada di dalam air.

Disamping itu, Hairil juga bercerita, selain melakukan penyelaman di sungai, ia pernah dipanggil 3 orang untuk melakukan penyelaman di Pulau Keramaian, Kabupaten Sumenep (Madura) untuk mencari korban dari kapal tenggelam.

“Alhamdulilah satu orang ketemu dan satunya tidak,” tuturnya.

Selepas dari kejadian tersebut, seringkali juga yang menjadi kendala para relawan Water Rescue saat melakukan penyelaman.

Alasannya, karena mesin kompresor yang dimiliki pihaknya sudah terhitung tua dan hingga sampai sekarang belum pernah ada bantuan dari pemerintah setempat untuk membantu kelengkapan alat di Water Rescue.

“Sebagai relawan kemanusiaan, kami murni niat ingin membantu, tanpa dibayar, seikhlasnya, tapi kami berharap ada bantuan untuk memperbaharui peralatsn kami,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan