Histori Jukung Tambangan di Masa Hindia Belanda, Seperti Gondola Italia

Potret Jukung Tambangan di masa Hindia Belanda di sungai kawasan Kota Banjarmasin (Sumber Foto : KITLV)

Menyebutkan dalam makalahnya berjudul “Tinggalan Arkeologi Jukung di Kalimantan Selatan Bukti Prototipe Jukung Banjar Masa Kini, dan Pasar Terapung Sebagai Objek Pariwisata Berbasis Arkeologi” yang pernah dipaparkannya pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) tahun 2011 lalu.

Menurutnya, berdasarkan tinggalan arkeologis dan narasi historis, jukung-jukung orang Banjar masih banyak terdapat dan digunakan di perairan Kalimantan Selatan (Kalsel).

“Bahkan pasar terapung, diketahui sudah ada sejak 400 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1530 Masehi pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera) yang mulanya terletak pada pertemuan Sungai Keramat dan Sungai Sigaling,”ujarnya.

“Kemudian menjelang akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 Masehi pasar tersebut bergeser ke tepi sungai Barito di daerah muara Sungai Kuin,” lanjutnya.

Demikian halnya dengan Pasar terapung di sungai Desa Lok Baintan, Kabupaten Banjar, diduga sudah ada pada abad ke-16. Tetapi baru dipergunakan secara umum ketika perpindahan keraton Banjar ke kawasan Kayu Tangi, Martapura sejak awal abad ke-17 tahun 1612.

“Ini dibuktikan dari ditemukannya peninggalan arkeologis Jukung Tambangan yang terbenam lumpur pada kedalaman 1,5 meter di Sungai Saka Raden anak Sungai Nagara, Desa Baulin Margasari, Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin pada bulan Juni 2009,” ungkapnya.

“Jukung Tambangan itu berukuran panjang 12,40 meter, lebar 1,34 meter, dan dalam 59 centimeter dengan kondisi jukung 80 persen masih terbilang baik. Namun sebagian rusak dan pada sampung (hiasan pada buritan) belakang jukung telah mengalami pelapukan (soiling),” sambungnya.

Dari Analisa C-14 di laboratorium PPGL (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan Kelautan) Bandung, tipe jukung ini berumur absolut 1765-1825 Masehi, atau sekitar tengah abad ke-18 hingga awal abad ke-19 Masehi yang diduga pada masa pemerintahan Sultan Tahmidullah atau Nata Alam (1761-1801) hingga Sultan Adam al Wasik Billah (1825-1857).

“Artinya secara arkeologis dan historis Jukung Tambangan berusia sudah hampir 257 tahun,” paparnya.

Lebih lanjut, kata Mansyur Jukung Tambangan berdasarkan pendapat Schwaner (1861), terbuat dari kayu Ulin dan sudah digunakan oleh para saudagar atau orang kaya, sekitar tahun 1843 -1884.