Guru Besar Hukum Tata Negara Sebut Penundaan Pemilu 2024 Pelecehan Konstitusi

Ilustrasi: ancang-ancang Pemilu 2024. (foto: Salni Setiadi / Beritagar.id).

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Belum lama, KPU menetapkan pemungutan suara serentak pada 14 Februari 2024. Kini ramai isu penundaan Pemilu 2024 oleh sejumlah partai dan pihak yang ditanggapi ahli hukum tata negara bahwa hal tersebut adalah bentuk pelanggaran konstitusi.

Penolakan itu datang dari mantan calon gubernur Kalsel, Prof Denny Indrayana yang juga dikenal sebagai guru besar hukum tata negara. Dia menyampaikan melalui keterangan tertulisnya, cemas dan gusar mengikuti perkembangan politik-hukum konstitusi di tanah air.

“Dalam hari-hari ini, partai-partai koalisi pemerintah (PKB, Golkar, PAN, Nasdem, PPP), menyatakan dukungannya bagi penundaan Pemilu 2024. Baru PDI Perjuangan yang secara terbuka menyatakan penolakannya, yang belum tahu juga apakah tetap bisa bertahan dan tidak tergoyahkan,” tuturnya, belum lama tadi.

Menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden SBY ini, hal tersebut adalah perkembangan yang memalukan, sekaligus membahayakan. Sebab itu, ujarnya, harus ditanggapi dengan serius dan cepat.

“Wacana penundaan pemilu, sebenarnya adalah bentuk pelanggaran konstitusi yang telanjang alias pelecehan atas konstitusi (contempt of the constitution),” tegasnya.

Baca Juga : Sumbangsih Pengalaman, Mantan Ketua KPU HST Terbitkan Buku ‘Anda Ingin Menjadi Kepala Daerah’

Baca Juga : Ambulan Air Rp 794 Juta Tak Difungsikan Saat Evakuasi Keracunan Massal Warga Alalak

Denny menerangkan berdasarkan teori ketatanegaraan pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat. Itu pun hanya demi menyelamatkan negara dari ancaman serius yang berpotensi menghilangkan negara.

“Sejarah Indonesia mencatat, pembubaran Konstituante dan kembali ke UUD 1945, melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebagai salah satu pelanggaran konstitusi, yang akhirnya diakui menjadi sumber hukum bernegara yang sah dan berlaku,” jelasnya.

Pun demikian, lanjut jelasnya, alasan pelanggaran konstitusi harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat Indonesia. Ukurannya adalah dampak dari tindakan pelanggaran konsitusi harus semata-mata demi menyelamatkan negara bangsa.

“Indikator penting lainnya adalah pembatasan kekuasaan (limitation of power) dan penhormatan terhadap hak asasi manusia sebagai pilar-pilar utama dari prinsip konstitusionalisme,” imbuhnya.