PN Banjarmasin Sidangkan Bandar Arisan Bodong “Istri Jenderal”

JPU membacajan dakwaan SF atas kasus penipuan arisan online

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus perkara penipuan bandar arisan online sebesar Rp 1,4 Miliar yang ditangani Direktorat Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) atas terdakwa perempuan berinisial SF (42) dan mengaku sebagai istri seorang jenderal telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (12/10/2022).

Pantauan klikkalsel.com dalam persidangan terdakwa mengikuti sidang secara daring dari Rutan polda kalsel dan memilih tidak menggunakan atau didampingi oleh kuasa hukum.

Pada sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa dari Kejaksaan Tinggi yang diwakili Ira Purbasari, membacakan tuntutan kepada terdakwa di hadapan Majelis Hakim PN Banjarmasin dipimpin I Gede Yuliartha.

Empat korban arisan online SF mengambil sumpah sebelum memberikan keterangan

“Terdakwa didakwa pasal 372 Junto 378,” kata Jaksa dalam persidangan tersebut.

Pasal tersebut diketahui tentang penipuan dan penggelapan, sesuai dengan perbuatan terdakwa yang dinilai para korbannya telah melakukan penipuan dan penggelapan melalui cara arisan online.

Sesudah mendengarkan pembacaan dakwaan yang dibacakan JPU, Majelis Hakim menawarkan kepada terdakwa apakah ada sanggahan atau keberatan atas dakwaan tersebut.

“Tidak ada,” kata terdakwa.

Kemudian, Majelis Hakim yang dipimpin I Gede Yuliartha melanjutkan persidangan dengan agenda baru, yaitu mendengarkan Keterangan empat saksi yang dihadirkan oleh JPU.

Baca Juga : Lebih Ringan Dari Tuntutan Jaksa, Hakim Hanya Vonis Suami Ratu Arisan Bodong 1 Tahun Penjara

Baca Juga : Sidang Putusan Suami Bandar Arisan Online Ditunda

Empat saksi itu, adalah Hj Mira Febrianti, Nurul Istiqomah, Risnawati dan Arbainah yang juga merupakan korban penipuan dari terdakwa SF tersebut.

Keempatnya, diperiksa dan memberikan keterangan bahwa telah merasa ditipu atas arisan online yang dibuat oleh terdakwa karena dinilai tidak transparan dan menggunakan nama-nama palsu dalam arisan untuk menguntungkan terdakwa sebagai bandar.

Salah satu saksi, Hj Mira Febrianti mengaku rugi sekitar Rp 175 juta yang mengikuti arisan tersebut selama 7 bulan karena terdakwa sudah menghilang dan tidak bisa dihubungi lagi.

Penasehat Hukum Korban arisan Online SF Muhammad Fikri menyayangkan tidak ada aset terdakwa yang disita untuk ganti rugi korban

“Sejak itu terdakwa tidak bisa dihubungi lagi dan dicari tidak pernah ketemu sehingga diduga kabur atau melarikan diri,” ujarnya.

Hingga bulan juni atau juli, korban mulai melaporkan terdakwa ke Polda Kalsel setelah sempat memberi waktu untuk menunggu itikad baik dari terdakwa.

Mira sendiri mengaku, tidak pernah bertemu dan mengenal terdakwa, hingga ikut arisan lantaran diajak melalui media sosial.

“Terdakwa mengajak, memaksa saya dan berkata udah ikut aja,” tuturnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum Korban, dari Kantor Hukum Muhammad Ilham Fikri mengatakan, dari dakwaan tersebut masih ada yang pihaknya sayangkan, yaitu aset terdakwa tidak dilakukan penyitaan.

“Tidak ada yang disita,” ujarnya.

Padahal kerugian, kata Fikri sudah Rp 1,4 Miliar dari 9 korban yang melapor atas perbuatan terdakwa.

“Jadi saya harap semoga uang para korban bisa kembali,” harpanya.

Ditambahkan korban, Wulandari berharap agar terdakwa nantinya bisa mendapat hukuman yang setimpal karena sudah melakukan penipuan kepada pihaknya.

“Sangat disayangkan, kesaksian juga terbatas, saya harap bisa banyak saksi yang bisa dihadirkan,” harapnya.

Arisan ini, kata Wulan memang tidak ada keuntungan tapi terdakwa menggunakan nama orang lain untuk keuntungannya dan diundi secara online tanpa ada saksi atau transparansi.

Terkait mengaku istri seorang jendral, kata Wulan, terdakwa memang mengaku dan pernah memesan karangan bunga atas nama jendera.

Kemudian, ditambahkan korban, Nurul Istiqomah sangat menyayangkan aset terdakwa tidak disita sehingga tidak ada kemungkinan kerugian pihaknya dapat kembali.

“Sampai hari ini kita belum dapat laporan ada aset yang disita dari terdakwa, padahal kami harap ada aset yang bisa nantinya mengembalikan uang kami,” tambahnya.

Terlebih, anak terdakwa yang dinilai juga menerima aliran dana arisan tersebut tidak pernah dilakukan pemanggilan.

“Karena beberapa dana masuk ke rekening anaknya,” ujarnya.

“Jadi sampai hari ini kita tidak pernah menerima adanya laporan penyitaan aset dan pemanggilan anaknya,” sambunya.

Lebih lanjut, terkait aset pihak korban juga sudah menanyakan kepada pihak kepolisian, namun tidak ada jawaban pasti.

“Nanti, nanti seperti itu,” ungkapnya.

Padahal, para korban mengaku mengetahui aset terdakwa lumayan banyak terlihat dari barang – barang branded milik terdakwa.

“tinggalnya kan di apartemen mewah,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi