Pedagang Malam Keluhkan PPKM dan Merasa Selalu Jadi Korban Kebijakan

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Terbitnya Surat Edaran Satgas Covid -19 terkait PPKM yang salah satu kebijakannya membatasi jam operasional sebagian tempat usaha seperti cafe, tempat hiburan dan restoran hingga pukul 22.00 Wita saja.

Tak ayal, kebijakan yang rencananya digelar dari tanggal 11 hingga 25 Januari 2021 tersebut langsung mendapat keluhan dari warga.

Salah satunya Syamsuddin alias Kacong, salah satu penjual nasi kuning di kawasan Pasar Lama. Menurutnya pada malam pertama pemberlakuan PPKM warungnya didatangi sejumlah petugas gabungan yang memintanya untuk tutup karena melewati jam yang diizinkan.

Ia pun mengaku sempat berdebat dengan petugas, namun karena menghormati petugas di memilih untuk nurut dan menutup warungnya.

Kepada klikkalsel.com, ia menututkan keluh kesahnya. Ia cuma bingung dengan kebijakan yang diberlakukan tersebut. Pasalnya hanya pedagang malam saja yang dipersoalkan dan di razia. Ia pun menanyakan apakah covid-19 hanya akan menular pada malam hari saja.

“Covid itu malam saja ya menularnya? Sehingga kami yang jualan saja malam yang dirazia. Kalau tidak, kenapa pasar dan pedagang siang tidak di razia serta ditutup juga. Padahal disana orang lebih banyak berkumpulnya,” ujarnya, Selasa (12/1/2021).

Menurutnya, ia terpaksa jualan malam karena tempat ia berjualan itu digunakan sebagai toko pada siang hari. Sehingga ia tidak mungkin bisa jika harus memajukan jam operasionalnya.

“Jika hanya pembatasan pengunjung saja, saya bisa terima. Mungkin akan saya kasih jarak duduknya. Kalau harus tutup, saya dan anak buah saya harus makan apa. Padahal kami ini bisa makan karena hasil kerja tiap hari,” curhatnya.

Jika ditanya masalah penanganan Covid, ia mengaku peduli dan turut mendukung upaya tersebut. Namun ia menyesalkan kebijakan yang dibuat, seolah mengkambing hitamkan pedagang yang jualan malam dalam penularan Covid.

“Buktinya yang siang tenang-tenang saja. Padahal banyak restoran dan tempat yang jualan siang hari pengunjungnya banyak dan berkerumun,” ucapnya.

Senasib dengan Syamsuddin, Ariffin salah satu pedagang STMJ di kawasan Jalan Veteran juga mengeluhkan hal yang sama. Ia beralasan tidak mungkin berjualan pada siang hari karena jualannya hanya memang cocok untuk malam hari.

“Kalau kami buka siang hari mana ada pelanggan yang datang. Jika disuruh bungkus, mana ada pelanggan STMJ bungkus. Karena STMJ itu hanya enak diminum panas di tempat,” ujarnya.

Ia bingung dengan kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut, karena ujarnya hanya memfasilitasi pedagang besar yang memang jam operasinya biasanya berakhir pada pukul 22.00 Wita.

Dicontohkannya beberapa tempat usaha yang sudah buka dari pagi dengan jumlah pengunjung yang membludak, apalagi ujarnya pada waktu jam makan siang. Tapi tidak didapati dilakukan razia pada tempat tersebut.

“Kami ini pedagang kecil. Kami harus bayar sewa tempat dan makan dari hasil jualan. Bandingkan dengan pedagang besar tersebut, seperti mall dan rumah makan besar itu. Kami tidak ada apa-apanya. Tapi kok kami yang selalu jadi sasaran,” keluhnya.

Ditambahkannya, dari sejak masa PSBB, tahun baru hingga sekarang seolah para pedagang malam yang jadi sasaran dan korban setiap kebijakan yang keluar. Padahal ujarnya selalu diingatkan bahwa harus ada upaya bersama dalam penanganan covid-19.

“Kalau gini keadaannya, bukan upaya bersama namanya. Sudah lama sekali kami harus susah jualan. Kalau bicara masalah ekonomi, kami pedagang kecil ini yang paling berasa dampaknya,” imbuhnya.

Untuk itu ia berharap pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan PPKM tersebut dan membuat kebijakan yang benar-benar bijak serta adil bagi masyarakat. (David)

Tinggalkan Balasan