Menyelamatkan Kain Tenun Pagatan yang Hampir Punah

Menenun dengan alat tenun gedok yang sempat ditinggalkan, kini mulai dimunculkan lagi. (foto : fachrul/klikkalsel)
Menenun dengan alat tenun gedok yang sempat ditinggalkan, kini mulai dimunculkan lagi. (foto : fachrul/klikkalsel)

BANJARMASIN, klikkalsel – Puluhan anak muda dan masyarakat Pagatan kembali menghidupkan kerajinan kain tenun khas Pagatan yang hampir punah.
Sebab tenun tradisional itu sudah sekian lama ditinggalkan oleh warga Pagatan.

Padahal pada tahun 80 an kegiatan menenun sering dijumpai di sepanjang Sungai Kusan. Namun kini sudah hampir tidak terlihat lagi.

Karena mulai ditinggalkan, bahkan alat tenun Pagatan tersebut sampai dijadikan kayu bakar dan ada juga yang diletakan di kandang ayam.

Pemerhati Kain Tenun Tradisional, Sri Hidayah penyelamatan kain tenun Pagatan ini dilakukan secara bersama dengan masyarakat yang masih peduli dengan kearifan lokal tersebut.
“Walaupun saat ini pelaku Tenun Pagatan masih kurang dari 100 penenun. Beda dengan saat tahun 80 an dimana ada sekitar 500 penenun,” ujar dosen Sosiologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini.

Toh begitu, ia yakin masyarakat dan para anak muda yang peduli dengan peninggalan budaya ini, akan berusaha mengembalikan kejayaan kain Tenun Pagatan.

“Kami bersama dengan para anak muda Pagatan akan terus berusaha untuk mengembalikan budaya kami yang hampir punah,” ucapnya.

Tenun Pagatan menggunakan dua macam alat tenun, yaitu Gedok dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

Proses Tenun Geduk masih manual dan memerlukan waktu dua minggu menjadi dua meter kain. Sementara ATBM bisa dilakukan dengan lebih cepat, yaitu bisa menghasilkan dua ratus meter selama dua minggu.
“Bisa dibandingkan sepuluh kali lebih cepat di banding dengan geduk,” jelasnya.

Kain Tenun Pagatan ini sangat khas karena proses mengolahnya dengan cara diikat. Berbeda dengan kain tenun di daerah lain seperti di luar Kalimantan.

Motif kain juga beragam, mulai menonjolkan identitas daerah, tenun pagatan juga berinovasi dengan motif gigi haruan, halilipan, dan flora atau bunga.
Pengrajin tersebut terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu penenun, pengikat, dan pencucuk.
“Saat ini jumlah pengrajin sebanyak 98 orang, yang terbagi di 6 desa. Tapi, untuk pengikat dan pencucuk pengrajinnya masih sangat kurang,” katanya.

Selain itu, untuk penenun dengan cara gedok pengrajin nya semakin meningkat, dan juga kain tenun khas pagatan ini sudah menembus pasar Internasional yaitu ke Kuala Lumpur Malaysia dan New York Amerika. (fachrul)

Editor : Farid

Tinggalkan Balasan