Diskusi Perda Budaya Banua dan Kearifan Lokal       

Diskusi Antropologi, Sosiologi dan kaitannya dengan Perda Nomor 4 tahun 2017 tentang Budaya Banua dan Kearifan Lokal.

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Bertepatan dengan peringatan hari jadi (Harjad) ke-72 propinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Rumah Oettara menggelar seri diskusi “Menjadi Banjar #1” dari perspektif Antropologi, Sosiologi dan kaitannya dengan Perda Nomor 4 tahun 2017 tentang Budaya Banua dan Kearifan Lokal.

Dalam diskusi dihadiri Ketua Komisi IV DPRD Kalsel M. Lutfi Syaifuddin, dan Akademisi Sosilogi FISIP Universitas Lambung Mangkurat Setia Budhi.

M. Lutfi Syaifuddin menyebutkan, kedudukan Perda no 4 tahun 2017 tentang Budaya Banua dan Kearifan Lokal yang terkesan ompong karena tidak adanya turun pergub sebagai upaya pelaksaan teknis terhadap regulasi tersebut.

Baca Juga : Puluhan Kios di Sejumlah Blok Pasar Baru Disegel Disperdagin

Baca Juga : Banyak Regulasi Pemerintah Daerah Merasa Terbebani

“Istilah Banua yang secara implisit merujuk wilayah Banjar. Akan tetapi istilah Banua ini tidak bisa hanya sekedar untuk Banjar, namun berlaku juga untuk budaya lain yang ada di Kalsel. Seharusnya Perda ini tegas menyebut Banjar jika memang Perda ini bertujuan untuk pelestarian dan pengembangan Budaya Banjar,” katanya, Senin (15/8/2022) malam.

Oleh karena itu, Lutfi mendorong untuk adanya revisi terhadap Perda ini, terutama berkaitan dengan hal-hal yang masih terkesan ambigu.

“Perlu penegasan dan revisi terhadap perda tersebut,” ucapnya.

Sementara Sosiolog ULM Setia Budhi berpendapat, sebutan Banjar ini harus melihat kembali ke rumpun besarnya, sebagai bagian dari Melayu.

Baginya hal tersebut juga terjadi dengan Betawi, Bugis dan beberapa etnis lain yang ada di Nusantara memiliki irisan kuat dengan Melayu.

Selain itu, menurutnya juga, menjadi Banjar adalah menjadi orang yang menjaga dan menggunakan nilai-nilai etika Banjar dalam kehidupannya sehari-hari.

“Banjar jika dlihat merupakan rumpun dari Melayu,” katanya.

Senada HE Benyamine pengamat budaya mengatakan, pentingnya memberi opini Banua dan Banjar yang sama tentang pentingnya kejelasan posisi Perda dan hadirnya Pergub. Untuk itu perlu adanya membentuk Dewan kebudayaan yang merupakan amanat Perda tersebut.

“Perlu adanya kejelasan perda dan pergub,” pungkasnya. (azka)

Editor : Akhmad