Banyak Regulasi Pemerintah Daerah Merasa Terbebani

Cafe Kiesah Kasih, salah satu cafe yang berada tepat di samping kediaman Kapolda Kalasel

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Banyaknya aturan dari pemerintah pusat yang dinilai berlawanan dengan kebijakan pemerintah daerah, sehingga hal tersebut dianggap membebani pemerintah daerah.

Disampaikan Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina, bahwa pada saat Asosiasi Pemerintah Kota se-Indonesia (APEKSI) XV di Padang, Sumatera Barat, hal itu menjadi perbincangan hangat dalam Rakernas APEKSI tersebut.

“Persoalan ini disebut dengan istilah Tsunami Regulasi oleh Ketua Umum Apeksi, Walikota Bogor, Bima Arya dalam Rakernas XV Apeksi kemarin,” tururnya.

Ia menilai, aturan yang berbenturan dengan kebijakan pemerintah daerah yang dimaksudnya tersebut memberikan dampak, dan secara tidak langsung menjadi beban bagi pemerintah daerah.

Misalnya terkait dengan penghapusan tenaga honorer dan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Ibnu membeberkan, bahwa persoalan tersebut terjadi di masing-masing daerah. Pasalnya, selama ini gaji yang diberikan kepada pegawai PPPK masih bertumpu pada dana APBD masing-masing kabupaten/kota.

Baca Juga : Bupati dan DPRD Balangan Sepakati Rancangan KUA PPAS APBD 2023

Baca Juga : Wabup Tanbu Akui Fungsi APIP Sangat Penting Ciptakan Penyelenggaraan Pemerintah yang Jujur

Padahal sebelumnya, pemerintah pusat sempat melontarkan janji kalau anggaran penggajian PPPK di daerah akan ditopang oleh Dana Alokasi Umum (DAU) tambahan yang bersumber dari pemerintah pusat.

“Tapi sampai sekarang apa yang dijanjikan dengan DAU tambahan belum ada realisasinya,” ungkapnya.

Selain itu, aturan lain yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah daerah juga terjadi dalam hal perizinan.

Ibnu menuturkan, selama ini perizinan yang menggunakan Online Single Submission (OSS) seakan acuh dengan kebijakan yang berlaku di daerah. Khususnya di Kota Banjarmasin.

“Termasuk izin penjualan minol (minuman beralkohol) dan pendirian cafe,” ujarnya.

Ia lantas mencontohkan cafe yang berdiri dengan memakai jalur OSS. Seperti yang terjadi pada perizinan cafe di samping Rumah Dinas Kapolda Kalsel, di Jalan MT Haryono, Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kecamatan Banjarmasin Tengah.

“Kita tidak pernah memberikan izin mereka mendirikan cafe di sana, meski pengelolannya sudah tiga tahun mengajukan melalui DPMPTSP. Karena lokasi di sana dekat dengan objek vital, yakni Rumah Dinas Kapolda Kalsel,” bebernya.

“Tapi, tiba-tiba saja berdiri, setelah ditelusuri, rupanya mereka sudah mengantongi izin melewati OSS,” tambahnya.

Karena itulah, Ibnu menekankan agar pemerintah pusat juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya dalam penerbitan perizinan.

“Karena OSS tidak tahu kalau lokasi cafe yang diajukan ini berdiri di samping Rumdin Kapolda Kalsel. Itulah kelemahan dari sistem OSS ini,” bebernya.

Padahal, menurut Ibnu, yang melaksanakan dan mengetahui kondisi adalah pemerintah daerah, sehingga tumpang tindih aturan tersebut seolah-olah membuat keberadaan pemerintah daerah hanyalah sebuah objek belaka.

“Coba lah dengarkan suara dari daerah dengan melibatkan pemerintah setempat, ketika membuat sebuah aturan,” tuturnya

“Jangan sampai izin dikeluarkan, kita di daerah hanya menerima dampaknya saja, pemerintah pusat juga harus melihat seperti apa kondisi di daerah,” tandasnya.(fachrul)

 

Editor : Amran