Upaya Strategis Indonesia Jaga Stabilitas Ekonomi ASEAN Melalui Pemakaian Mata Uang Lokal

Forum diskusi yang mengangkat tema ‘Menjaga Stabilitas Ekonomi dan Netralitas ASEAN’ di tengah tantangan perekonomian global dan konflik yang terus terjadi di dunia. (foto: tangkapan layar Zoom)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Indonesia, sebagai Ketua ASEAN 2023 mendorong kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan secara bilateral atau Local Currency Transaction (LCT). Saat ini Indonesia telah menetapkan beberapa upaya prioritas dalam mendorong stabilitas dan integrasi keuangan ASEAN.

Menurut pakar ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin, usulan Indonesia sebagai ketua ASEAN untuk menerapkan transaksi regional dengan mata uang lokal merupakan sebuah langkah yang strategis.

“Karena itu perlu dikaji dengan baik dan matang baik dari aspek makro ekonomi dan moneternya, maupun aspek teknis dan sarana transaksinya. Jadi jangan terburu-buru,” ucapnya kepada awak media.

Selama ini transaksi global termasuk ekspor impor intra negara-negara anggota ASEAN menggunakan US dolar. Tentu saja digunakannya mata uang Amerika Serikat tersebut selama lebih dari setengah abad sangat menguntungkan negara Paman Sam.

“Ketergantungan pada dolar perlu dikurangi supaya banyak negara dapat berdaulat dengan mata uangnya sendiri,” imbuh Hidayatullah.

Apakah jika nanti diterapkan transaksi di kawasan ASEAN akan menguntungkan daerah di Indonesia? Tentu saja bisa menguntungkan dan juga tidak. Sebab, kata dia, sangat bergantung pada kesiapan teknis dan kondisi perekonomian.

Pakar ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin.

“Pada suatu waktu antara rupiah dengan mata uang ASEAN lainnya dapat mengalami fluktuasi nilai tukar. Instabilitas nilai tukar tersebut tidak menguntungkan,” terangnya.

Dia menambahkan, persoalan nilai tukar mata uang suatu negara ini mencerminkan bagaimana tingkat kekuatan ekonomi negara tersebut. Jika perekonomiannya lemah karena bergantung pada eksploitasi SDA dan ekspor bahan mentah, kualitas institusi dan SDM masih lemah, korupsi masih merajalela, maka kecenderungannya mata uang negara tersebut juga tidak stabil.

“Terakhir jangan sampai semangat untuk mengurangi transaksi dengan US dolar kemudian masuk ke perangkap China. Hal ini karena banyak negara miskin dan berkembang terjebak dengan utang China yang secara geo ekonomi dapat mendorong mereka melakukan transaksi internasional dengan mata uang negeri Tirai Bambu tersebut. Jika ini yang terjadi, bak seperti lepas dari mulut singa masuk ke mulut buaya,” tandasnya.

Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral BKF (Badan Kebijakan Fiskal) Kementerian Keuangan RI, Nella Sri Hendriyetti mendorong perluasan pemakaian mata uang lokal agar melibatkan semua negara anggota ASEAN.

“Pemakaian mata uang lokal negara ASEAN akan memperkuat stabilitas mata uang masing-masing negara anggota dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Hal ini akan menekan risiko ekonomi yang disebabkan oleh volatilitas nilai tukar negara-negara ASEAN terhadap dolar AS yang selama ini kita hadapi,” ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Menjaga Stabilitas Ekonomi dan Netralitas ASEAN’, Rabu (3/5/2023).

Langkah ini merupakan strategi antisipasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan netralitas ASEAN di tengah tantangan perekonomian global dan konflik yang terus terjadi di dunia.

Baca Juga Pertumbuhan Ekonomi Tembus 5,30 Persen, Tabalong Diyakini Sudah Mantap Menjadi Kabupaten Mandiri

Baca Juga Pertumbuhan Ekonomi Tembus 5,30 Persen, Tabalong Diyakini Sudah Mantap Menjadi Kabupaten Mandiri

Penggunaan mata uang lokal negara ASEAN diharapkan juga akan membuat keragaman di dalam komposisi cadangan devisa. Hal ini akan memberikan perlindungan tambahan pada negara-negara anggota ASEAN terhadap risiko volatilitas mata uang dan menambah kekuatan ekonomi kawasan.

Dalam rangka mencapai tujuan ini, Nella menambahkan, ASEAN akan membentuk gugus tugas untuk merumuskan proses transisi penggunaan mata uang lokal negara-negara ASEAN dalam transaksi keuangan intra-ASEAN. Hal ini akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan mengurangi risiko ekonomi yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar mata uang.

Hanya saja, dia mengakui, saat ini pemakaian dolar AS dalam penyediaan cadangan devisa di Indonesia dan sebagian negara anggota ASEAN lainnya masih sangat dominan. Sehingga, ASEAN perlu bekerja sama untuk menciptakan strategi guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS secara bertahap.

“Namun, negara-negara anggota ASEAN tidak mungkin serta merta meninggalkan dolar AS dalam transaksi dagang di luar ASEAN. Karena, hal ini akan memicu kemarahan negara adidaya tersebut dan berpotensi menimbulkan masalah geopolitik,” imbuhnya.

Direktur Kerja Sama Ekonomi Asean Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Berlianto Situngkir menambahkan, bahwa LCT adalah satu inisiatif baru dari Indonesia yang telah dilakukan pada tingkat bilateral. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam transaksi ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di intra-ASEAN.

“Meskipun tidak ada kewajiban bagi negara-negara untuk menerapkan kebijakan ini, para pelaku usaha akan menggunakan mekanisme ini apabila dianggap lebih efisien dan stabil,” kata dia.

Dalam menjaga stabilitas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di ASEAN, kolaborasi antar negara dan sektor sangat penting. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.

Menurut Berlianto, keberhasilan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di ASEAN membutuhkan empat elemen utama, yaitu; arsitektur kesehatan yang kuat, ketahanan pangan, ketahanan energi menuju transisi ekonomi bersih dan terbarukan, serta stabilitas keuangan di kawasan untuk mengantisipasi guncangan eksternal.

“Untuk mendukung tema ‘Epicentrum of Growth’, ASEAN perlu memperkuat keberadaannya dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan, bukan hanya di ASEAN saja, melainkan juga di kawasan Indo-Pasifik,” tegasnya.

Menurut Berlianto, dalam hal pertumbuhan ekonomi, ASEAN saat ini telah menjadi kekuatan kelima dari negara-negara maju di dunia, dengan total GDP sebesar US$3,3 triliun dan jumlah penduduk lebih dari 650 juta jiwa, yang menempatkannya pada posisi ketiga setelah China dan India.

Indonesia juga telah menggagas ASEAN outlook on Indo-Pasifik pada 2019 lalu dan telah meluncurkan ASEAN Indo-Pacific Forum sebagai flagship program pada Kepemimpinan ASEAN 2023.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam forum ini antara lain Creative Economic Forum, Infrastructure Forum, ASEAN Business and Investment Summit, dan Youth Conference on Digital Economic to Support SDGs. Untuk diketahui, periode Keketuaan Indonesia di ASEAN akan berlangsung selama satu tahun.

Dimulai sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2023. Hal tersebut sebagai pertanda kepercayaan kawasan regional kepada Indonesia untuk menavigasi pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan kawasan regional ASEAN di tengah kondisi recovery dunia pasca pandemi. (rizqon)

Editor: Abadi