Sidang Lanjutan dugaan Korupsi Bupati HSU, Hadirkan Saksi Ahli dan Pemeriksaan Terdakwa

Ardhian Dwiyoenanto Ketua Kelompok Advokasi pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan melakukan Sumpah sebelum memberikan kesaksianya pada siang lanjutan dugaan korupai Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid di Pengadilan Tipikor Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Nonaktif, H Abdul Wahid terus digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/7/2022).

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yusriansyah ini Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi ahli, Ardhian Dwiyoenanto yang merupakan Ketua Kelompok Advokasi pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sementara terdakwa Abdul Wahid mengikuti persidangan secara daring didampingi Tim Kuasa Hukumnya.

Ardhian Dwiyoenanto menjelaskan tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terkait di dalam unsur-unsur Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010.

Menurutnya, modus pencucian uang ada 21 macam dan bervariasi termasuk diantaranya membeli aset atau barang baik bergerak atau tidak bergerak merupakan unsur membelanjakan pada tindak pidana pencucian uang.

Kemudian dalam persidangan terdakwa dan Tim Kuasa Hukumnya juga menghadirkan dua saksi ahli yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Daddy Fahmanadie dan Ahmad Syaufi.

Keduanya juga menyampaikan pandangannya terkait unsur-unsur tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Sementara itu, dalam persidangan tersebut juga dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa.

Baca Juga : Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Bupati HSU Nonaktif, Terdakwa Kembali Bantah Keterangan Empat Saksi 

Baca Juga : Plt Bupati HSU Minta Seluruh ASN Semangati Warga Bangkit Bersama dari Pandemi Covid-19

Terdakwa yang merupakan Bupati HSU nonaktif disodorkan sederet pertanyaan dari Penuntut Umum KPK terkait kesaksian dari puluhan saksi yang menguatkan dugaan korupsi dan pencucian uang.

Namun, dari banyaknya pertanyaan rupanya tidak membuat Abdul Wahid ragu menyampaikan bantahannya.

Diantaranya, saat ditanya perihal penerimaan uang dari Mantan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki senilai Rp 500 juta diduga sebagai biaya untuk mendapatkan jabatan, turut dibantahnya secara tegas.

“Tidak ada itu,” kata Abdul Wahid.

Kemudian, terkait penerimaan uang miliaran rupiah dari fee proyek yang diserahkan oleh para pejabat lingkup Dinas PUPRP HSU, juga dibantah oleh terdakwa.

Meskipun begitu, Abdul Wahid mengaku memang menerima sejumlah bungkusan yang dititipkan melalui ajudannya. Namun, tidak mengetahui apakah bungkusan tersebut berisi uang.

Bahkan terkait uang tunai sebesar Rp 3 miliar lebih dalam bentuk Dolar Amerika dan Dolar Singapura yang disita penyidik KPK dari rumahnya.

Abdul Wahid justru menyeret nama lembaga pemerintah, Kementerian Keuangan.

Dijelaskannya, uang Rp 3 miliar tersebut disiapkan sebagai uang pelicin atau balas budi kepada oknum Kementerian Keuangan yang bakal memuluskan penambahan dana transfer pusat untuk APBD Kabupaten HSU di Tahun 2021.

“Dana itu disiapkan kalau dana dari pusat Rp 100 miliar turun, uang itu diserahkan 6 sampai 8 persen,” kata terdakwa.

Menurutnya, praktek itu sudah berlangsung sejak Tahun 2019 dan Tahun 2020, namun di Tahun 2021 belum dilakukan penyerahan lantaran terjerat kasus yang ditangani KPK saat ini.

Akan tetapi, saat ditanyakan apakah ada bukti penyerahan uang tersebut ke pihak Kementrian Keuangan, Abdul Wahid tidak bisa membuktikannya.

“Ke Ibu Lilis, buktinya anggaran itu turun. Kalau di atas kertas tidak ada,” ujar Abdul Wahid.

Lebih lanjut, Abdul Wahid menjelaskan terkait aset yang dimiliki seperti mobil, bagunan, lahan dan rumah adalah hasil dari menggunakan uang yang ada di rumahnya.

Serta mempertegas bantahannya bahwa telah mengatur dan memerintahkan jajaran di lingkup Dinas PUPRP HSU untuk mematok fee dari sejumlah proyek pekerjaan dan berdalih mekanisme lelang pekerjaan seluruhnya menjadi kewenangan masing-masing SKPD.

Selesai memeriksa keterangan terdakwa, Majelis Hakim kembali menunda persidangan untuk dijadwalkan kembali digelar Senin (1/8/2022) dengan agenda pembacaan tuntutan.(airlangga)

Editor : Amran