Sejarawan Ungkap Temuan Ketel Uap di Langgar Al Hinduan Bekas Kapal Zaman Hindia Belanda

Kapal uap stoomboot seaton menyusuri Sungai Barito tahun 1920 an.

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Pertengahan Agustus 2023 lalu warga Banjarmasin dikejutkan dengan adanya temuan benda bersejarah saat melakukan pembongkaran di kawasan Langgar Al Hinduan Jalan Pierre Tendean Banjarmasin.

Temuan tersebut sekilas nampak seperti potongan pipa meriam. Namun, setelah diangkat dan dilakukan pemeriksaan akhirnya telah diketahui pasti benda tersebut.

Diungkapkan Dosen Sejarawan FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur yang juga Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan, pihaknya bersama Tim Ahli Cagar Budaya Kota Banjarmasin menyimpulkan dari hasil kajian awal benda yang ditemukan di kawasan rehabilitasi Langgar Al Hinduan diduga kuat adalah ketel uap dengan model Cochran Boiler.

“Produksi sekitar tahun 1885 untuk small river steamer (kapal uap kecil yang melayari sungai) berjenis boiler pipa air (water steam) dengan bahan bakar batubara,” ungkap Mansyur, Sabtu (2/9/2023).

Menurutnya, ada beberapa alasan yang menguatkan pihaknya bahwa temuan itu adalah sebuah potongan dari kapal uap. Diawali dengan penemuan serpihan batubara di dalam temuan tersebut. Kemudian juga didapatkan bersamaan dengan beberapa pecahan keramik di area lokasi rehabilitasi langgar.

“Serta didukung kesamaan atau kemiripan bentuk tinggalan budaya material dengan ketel uap dengan model Cochran Boiler dari hasil analisa temuan sebelumnya, pada tahun 1997 yang lalu, pernah ditemukan sisa kapal masa pemerintahan Hindia Belanda yang karam di Bantaran Sungai Martapura samping Jalan Kapten Pierre Tendean,” tuturnya.

“Bersumber dari Laporan Balai
Arkeologi Kalsel yang diterbitkan tahun 1998,” sambungnya.

Rangka buritan kapal dengan teknologi pembuatan kapal dengan Teknik Clinker Built (Dok Balai Arkeologi Banjarmasin 1997)

Dalam laporan, kata Mansyur, dituliskan sejarah perkembangan daerah Banjarmasin pada saat Belanda berkuasa secara politis dan ekonomis, frekuensi pemanfaatan kapal jenis tarik atau gandeng yang dikelola oleh perusahaan Hindia Belanda cukup banyak.

Baca Juga Menyusuri Jejak Sejarah Langgar Al Hinduan Hingga Perkembangan NU Cabang Banjarmasin

Baca Juga Langgar Hinduan Pernah Menjadi Pertemuan Ulama Se Indonesia

Aktivitas tersebut tidak hanya dilakukan di sekitar perairan muara, melainkan sampai ke pedalaman daerah Kalimantan.

“Apalagi Banjarmasin adalah pusat
kegiatan ekonomi dan perdagangan di Kalsel. Bersama dengan Sungai Barito dan Sungai Martapura yang merupakan sungai terbesar dan terpenting di daerah ini dan merupakan urat nadi utama perekonomian sejak dulu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, sebagai akademisi dan sejarawan Menurut Mansyur, adanya penemuan benda terdahulu yang salah satunya adalah kapal itu sangat memberikan nilai positif, dimana temuan sisa kapal karam itu memiliki arti yang cukup penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bukti sejarah.

Karena itu, temuan kapal berusia kurang lebih 97 tahun di bantaran Sungai Martapura diyakininya dapat menjadi sumber studi yang sangat berharga khususnya yang menyangkut teknologi dan konstruksi kapal dari masa penjajahan Belanda di Nusantara.

Sekaligus sebagai satu-satunya data mengenai konstruksi dan teknologi kapal sejenis yang dapat diperoleh selama ini.

Selebihnya keberadaan kapal tersebut merupakan sumber informasi untuk memahami sejarah aktivitas transportasi air pada jalur perdagangan di Banjarmasin sekitar awal abad ke-20 masehi.

Dari hasil kajian, Kapal tersebut berasal dari masa VOC di Nusantara, karena dikaitkan dengan penemuan mata uang tembaga yang dikeluarkan oleh VOC dengan angka tahun 1790 hingga Nederlandsch Indie yang berangka tahun 1945.

“Anggapan ini dapat ditepis, karena tidak berkaitan atau tidak berkonteks dengan kapal tersebut mengingat letak temuan mata uang tersebut pada lapisan tanah atau endapan lumpur hitam halus yang memenuhi badan kapal (tidak menempel pada plat besi kapal), bahkan sebagian besar berada di luar kapal,” kata Mansyur.

“Temuan lain pada badan kapal berupa sisa-sisa peralatan sehari-hari yang tidak sesuai dengan kronologi kapal,” jelasnya.

Selain itu, bahan yang digunakan juga menunjukkan bahwa logam baru
mulai digunakan pada pembuatan kapal di abad ke-19 masehi.

Dalam hubungannya dengan perkembangan teknologi metalurgi rolling plate dan profile (pelat baja dan besi siku) yang digunakan dalam pembuatan kapal baru mulai diproduksi pada permulaan abad ke-20.

“Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa, kapal besi dari lokasi tersebut berkisar pada angka tahun 1920,” ungkapnya.

Kapal tersebut merupakan sumber data yang mewakili sebuah tahapan teknologi transportasi sungai yang melibatkan adaptasi teknis fungsional dengan memanfaatkan sarana transportasi air.

“Dari sumber jurnal Hartatik, berjudul Situs Arkeologi Bawah Air di Kalimantan Penelitian Dan Pengembangan, dalam Kindai Etam Vol. 5 No.1 November 2019 Balai Arkeologi Kalimantan Selatan Pada tahun 1997 Balai Arkeologi Banjarmasin melakukan penelitian di Sungai Martapura yang terletak di Kampung Sungai Mesa,” jelasnya.

Penelitian itu, diawali dengan adanya berita dari media dan masyarakat tentang adanya harta karun berupa mangkuk keramik, mata uang logam kuno, kepala peluru dan plat besi di kawasan jalur hijau di wilayah tersebut.

Dari informasi itu dilakukan peninjauan lapangan oleh tim gabungan Balai Arkeologi Banjarmasin 1 dan Kanwil Depdikbud Provinsi Kalsel.

“Dari hasil peninjauan di Sungai Martapura yang sedang surut, tampak adanya bagian kemudi kapal, dengan bagian badan kapal yang diduga masih tenggelam,” imbuhnya.

Peninjauan itu kemudian ditindaklanjuti dengan penelitian ekskavasi penyelamatan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk kapal dan hubungan
temuan lepas dengan keberadaan kapal.

Lebih jauh penelitian ini berupaya
untuk memahami transportasi air sebagai mekanisme budaya masa lalu dan upaya penyelamatannya.

“Ekskavasi dilakukan di bagian tepi
sungai pada saat air surut, tetapi pada saat air pasang lokasi penelitian terendam air dengan sejumlah material yang ditinggalkan sehingga harus
dibersihkan setiap akan memulai ekskavasi,” ujarnya.

Kondisi ini berlangsung setiap hari selama penelitian. Kondisi tanah
berupa lumpur bercampur batuan lunak dan batang pohon yang membusuk. Dari ekskavasi dengan sistem grid ukuran 5 x 5 meter berhasil ditampakkan sisa kapal.

“Yaitu bagian dinding berupa pelat baja/besi, buritan, kemudi kapal (rudder), tongkat kontrol kemudi, gading-gading, rantai, jangkar, dan tambang pengikat kapal,” jelas Mansyur.

Kendati demikian, kesimpulan akhir kemungkinan ada hubungan antara temuan ketel uap di lokasi Al Hinduan dengan bangkap kapal yang ditemukan tim Arkeolog tahun 1997.

Dimana pada masa Hindia Belanda tahun 1920-an sudah beroperasi sedikitnya dua kapal uap berjenis small river steamer (kapal uap kecil yang melayari sungai) berjenis boiler pipa air (water steam) dengan bahan bakar batubara.

“Dalam sumber gambar KITLV terdapat visualisasi kapal uap yakni Kapal Pemerintah Hindia Belanda S.S. Selaton (model stoomboot) melayari sungai barito tahun 1920. Kemudian kapal Negara, dengan model raderboot,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi