Perkara Cek Kosong Mantan Bupati Balangan, Begini Penjelasan Pakar Hukum ULM

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Perkara dugaan penipuan cek kosong senilai Rp1 miliar dengan terdakwa mantan Bupati Balangan H Ansharudin yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin mendapat tanggapan pakar hukum Dr. H. Ahmad Syaufi, S.H., M.H.

Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini menjelaskan, tidak semua cek kosong dikategorikan sebagai penipuan.

Sebab, menurutnya, terjadinya tindak pidana penipuan, jika pelaku sadar atau sudah mengetahui cek yang diberikan kosong dan tidak akan bisa dicairkan si penerima.

Selain itu, kata dia, tindak pidana penipuan dalam pemberian cek kosong, juga harus bisa dibuktikan dengan minimal dua alat bukti yang berkaitan dengan pasal yang disangkakan atau didakwa.

Adapun pasal yang biasa dikenakan yakni Pasal 378 KUHP, unsur-unsurnya harus terpenuhi, minimal dua alat bukti, yaitu ada orang sebagai subjek, ada bujuk rayu untuk mendapatkan sesuatu atau tipu muslihat, mendapat keuntungan, dan ada yang dirugikan.

“Jika unsur itu terpenuhi, tindak pidana itu memang ada, namun jika tidak itu bukan merupakan tindak pidana penipuan,” jelasnya.

Dosen FH ULM ini menuturkan, kasus penipuan cek kosong juga merujuk pada Yurisprudensi, yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 133 K/Kr/1973.

“Bunyinya seperti ini, seorang menyerahkan cek bahwa dia mengetahui cek tersebut tidak ada dana nya, perbuatan itu sebagai tipu muslihat sebagai yang dimaksud dalam pasal 378 KUHP,” ungkapnya.

Baca Juga : Saksi Jelaskan Duduk Perkara Kasus Dugaan Penipuan Mantan Bupati Balangan

Ia juga menyebutkan, kriteria dari penipuan penerbitan cek kosong, itu terlihat pada cara penerbit dalam keadaan sadar, mengetahui dan memahami bahwa cek yang dikeluarkan tersebut saldonya tidak cukup.

“Apabila perbuatan penerbitan cek Kosong melibatkan dua orang atau lebih yang memenuhi unsur tindak pidana penipuan, maka para pelaku dapat dijerat melanggar ketentuan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-I KUHP yaitu bersama-sama melakukan tindak pidana penipuan atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 56 KUHP yaitu bagi pihak yang membantu melakukan tindak pidana,” ujarnya.

Dr Syaufi juga menjelaskan, cek adalah suatu surat ataupun dokumen yang isinya berupa perintah tanpa syarat dari nasabah kepada pihak bank untuk membayarkan sejumlah uang yang nominalnya Sudah tertera.

Sehingga, cek bisa dianggap sebagai salah satu surat berharga yang memiliki fungsi yang samaseperti halnya uang. Cek juga dijadikan sebagai salah satu alat tukar dan alat pembayaran di negara Indonesia, meskipun bentuknya masih berupa surat.

“Pada umumnya, cek digunakan untuk pembayaran suatu produk secara kredit,” katanya, saat ditemui awak media, Jumat (11/6/2021).

Dijelaskannya lagi, penerbit (drawer) cek adalah orang yang mengeluarkan surat cek. (holder) cek merupakan orang yang diberi hak untuk memperoleh atau
mendapatkan pembayaran yang tercantum dalam surat cek.

“Pembawa (bearer) cek adalah orang yang menerima pembayaran, tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek. Jadi kesimpulannya cek kosong adalah cek yang pada saat diajukan kepada bank tertarik untuk diuangkan. Namun kasus muncul apabila, tidak tersedia dana yang cukup pada rekening nasabah penarik cek tersebut,” jelasnya. (airlangga)

Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan