Menyongsong “New Normal” di Tengah Pandemi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Ilustrasi New Normal. (design by : wahyuni/klikkalsel)
DUA bulan berlalu sejak Covid-19 mulai ramai menghantam Indonesia, imbauan untuk berdiam di rumah saja kini sudah berganti menjadi ajakan untuk berdamai dengan virus Corona. The new normal, istilahnya. Artinya, kegiatan ekonomi, pendidikan, maupun sektor-sektor lain dalam kehidupan sudah dipersiapkan agar bisa kembali bergeliat, tapi dengan modifikasi tertentu agar penyebaran penyakit ini bisa tetap berkurang.
Satu hal yang perlu ditekankan adalah meski mall, sekolah, dan tempat-tempat publik lainnya sudah kembali dibuka, virus Corona masih tetap ada. Jadi, kita tetap tidak bisa melakukan semua kegiatan seperti sebelum pandemi terjadi.
Kita perlu mengubah pola pikir dari berangan-angan, “Kalau pandemi selesai, saya akan…” menjadi menerima kenyataan bahwa pandemi ini tidak akan benar-benar berakhir hingga vaksin Covid-19 ditemukan. Jika melihat perkembangan penelitian yang sedang berlangsung di seluruh dunia, para ahli memprediksi vaksin corona baru akan ada paling cepat pertengahan tahun 2021.
Baca Juga :Hati-Hati, Positif Covid-19 Melonjak Tajam, Kelurahan Sungai Bilu Jadi Klaster Baru
Langkah yang perlu dilakukan dalam fase the new normal
Idealnya, konsep the new normal baru dapat dilakukan saat kurva infeksi sudah melandai, dan menandakan jumlah kasus Covid-19 baru sudah berkurang setiap harinya. Di Indonesia, kurva ini sama sekali belum landai, bahkan masih terus menanjak dan bisa jadi belum mencapai puncak. Karena itu dengan adanya pembukaan kembali fasilitas publik, masyarakat Indonesia perlu lebih waspada.
Jika tiba waktunya Anda harus kembali bekerja di kantor atau si Kecil sudah kembali bersekolah, pencegahan penyebaran Covid-19 jangan malah menjadi kendur. Saat menjalani the new normal nanti, jangan sampai kita justru tertular atau menularkan penyakit ini ke orang lain.
Medical editor SehatQ, dr. Anandika Pawitri mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan saat kita menjalani skenario new normal nanti, seperti:
– Tetap melakukan physical distancing, terutama di tempat-tempat ramai.
– Membiasakan cuci tangan setiap habis menyentuh sesuatu dan jangan hanya saat tangan terlihat kotor.
– Selalu menggunakan masker, tidak hanya saat sakit atau beraktivitas di tengah polusi. Masker bahkan harus tetap dipakai bahkan saat berolahraga di gym atau studio yoga.
– Wajib membawa hand sanitizer, terutama jika naik kendaraan umum, sehingga bisa langsung mencuci tangan sesaat setelah menyentuh sesuatu.
– Membatasi aktivitas di luar rumah, meski tempat publik sudah buka.
– Membeli bahan kebutuhan sekaligus untuk jangka waktu satu minggu atau satu bulan jika memungkinkan sehingga tidak perlu bolak-balik ke supermarket.
– Mengutamakan opsi belanja online atau mencari toko yang tidak terlalu padat pembeli.
– Menghindari keramaian dan lebih berhati-hati ketika bepergian, terutama bagi lansia
– Untuk lansia, jika terpaksa harus bepergian harus lebih cermat dan sebisa mungkin hindari tempat ramai.
Selain hal-hal di atas, dr. Anandika juga menambahkan bahwa akan ada banyak perubahan akibat pandemi ini. “Pemandangan seperti kasir yang dibatasi dengan tirai plastik atau restoran dengan penutup plastik antarmeja, yang sebelumnya tidak ada, saat ini jadi pemandangan normal,” ungkapnya.
Baca Juga : Penusukan di Kampung Melayu Terungkap, Pelaku Ternyata Napi Asimilasi
Hal ini membuat kita harus siap beradaptasi dengan kondisi yang baru. Selain kesehatan fisik, dr. Anandika juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental. Sebab, melalui pandemi ini bukanlah perkara mudah bagi setiap orang.
“Kita tetap harus cari cara untuk bisa bahagia sambil tetap melakukan physical distancing dan menjaga kebersihan,” katanya.
Ia menyarankan, untuk lebih kreatif dalam mencari cara baru menghibur diri, yang bisa membuat kita terhindari dari Corona, setidaknya hingga vaksin Covid-19 berhasil ditemukan.
Disiplin adalah kunci dalam menjalani the new normal
Tidak hanya Indonesia, negara-negara lain juga sudah mulai membuka kembali beberapa sektor kehidupannya. Dua negara yang dianggap sukses dalam menangani pandemi Covid-19, Korea Selatan dan Selandia Baru juga sudah hampir kembali seperti normal.
Namun, ada cerita yang cukup unik dalam perjalanan kedua negara tersebut dalam menjalani fase the new normal, dan ini bisa dijadikan pelajaran untuk kita yang baru akan memulainya.
• Perdana menteri Selandia Baru ditolak masuk kafe
Kebijakan physical distancing yang ketat di Selandia Baru dan kedisplinan masyarakatnya dalam mengikuti aturan tersebut, dipercaya menjadi salah satu kunci keberhasilan negara ini dalam memberantas Covid-19.
Kisah kedisiplinan ini terbukti saat beberapa waktu yang lalu. Perdana Menteri Selandia Baru ditolak saat akan masuk ke dalam sebuah kafe akibat peraturan phsyical distancing yang dibuatnya sendiri. Di negara itu, kafe, restoran, dan beberapa bisnis lainnya memang sudah mulai diizinkan beroperasi karena kasus corona baru hampir tidak ada lagi.
Baca Juga : PSBK Jilid III, Upaya Skala Kecil Libatkan RT-RW dan Masyarakat
Namun, dibukanya kembali sektor ini juga disertai dengan aturan ketat soal physical distancing yang masih membatasi jumlah pengunjung. Sehingga, saat ingin masuk tapi kuota pengunjung sudah habis, sang perdana menteri ditolak tanpa pandang bulu oleh pemilik kafe.
• Jumlah kasus positif di Korea Selatan naik drastis saat physical distancing dilanggar
Sementara itu, Korea Selatan yang juga sudah mencatat hampir tidak adanya penambahan kasus baru, kembali harus menghadapi gelombang infeksi. Hal ini terjadi saat ada seseorang pengunjung sebuah klub malam yang padat, ternyata positif terinfeksi Covid-19.
Di negara itu, berbagai bisnis juga sudah mulai beroperasi seperti semula dengan menerapkan imbauan physical distancing, penggunaan masker, dan menjaga kebersihan yang tetap ketat. Namun, karena “kecolongan” soal klub malam yang beroperasi di area Itaewon, Seoul, angka infeksi yang tadinya sudah bisa berada di angka 0, kembali naik dan bertambah menjadi tiga digit. Dilansir dari The Korean Herald, angka infeksi yang berhubungan dengan penularan di cluster Itaewon sudah mencapai 162 kasus baru.
Melihat pelajaran dari kedua negara tersebut, dapat dilihat bahwa meski sudah memasuki fase new normal, bukan berarti kita dapat langsung rileks dan bertindak seolah corona sudah tidak ada. Kedisiplinan adalah kunci, jika kita ingin bisa secepatnya menyingkirkan penyakit ini dari Indonesia.(*)
Disadur dari sehatq.com
Editor : Amran

Tinggalkan Balasan