Konsolidasi Demokrasi, Perlunya Inovasi Pemilu 2024

Oleh: Abdul Halim
Peserta Advanced Training (LK III) Badko Jawa Barat

PEMILU tahun 2019 sudah berlalu. Pesta demokrasi tersebut diselenggarakan serentak, baik dari pemilihan Presiden, DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Hal yang baru pertama dilaksanakan secara akbar ini menghadirkan berbagai kerumitan, salah satunya banyaknya jumlah surat suara yang diberikan kepada pemilih. Bayangkan saja, masing-masing pemilih harus menerima 5 lembar surat suara yang berbeda-beda. Contohnya, hanya untuk surat suara DPR-RI, pemilih menerima surat suara yang berisikan semua partai peserta Pemilu dan calon legaslatif yang berbeda-beda di setiap Dapilnya.

Belum lagi dari sisi penyelenggara. Salah satunya, dimana petugas KPPS yang bertugas di TPS harus membantu pemilih memahami penggunaan sekian banyak surat suara. Mau tak mau, banyaknya surat suara tersebut juga menyebabkan panjangnya waktu yang dibutuhkan guna melakukan penghitungan hasil suara. Hal tersebut diperparah dengan polemik yang biasa akan muncul akibat perbedaan persepsi dari para saksi yang hadir.

Dampak kerumintan seputar banyaknya surat suara yang harus diterima dan dipahami, dari data yang ditemukan banyak surat tidak sah pada Pemilu 2019 lalu. Hasil Survey LIPI, untuk Pilpres saja, suara tidak sah mencapai 2,83 persen. Padahal surat suara yang diterima lebih mudah dipahami karena didalamnya menampilkan gambar dan nama pasangan calon. Sedangkan untuk DPD-RI surat suara tidak sah berjumlah 19,02 persen.

Tidak hanya berakhir di situ, kerumitan dan persoalan pada Pemilu 2019 tersebut terus terjadi hingga hingga kisruh data SIREKAP dan sebagainya.

Sisi administrasi KPPS yang dianggap sulit pun menambah daftar panjang permasalahan yang harus dihadapi para penyelenggara Pemilu. Bahkan tercatat ratusan orang penyelenggara Pemilu diduga meninggal saat bertugas atau kelelahan usai bertugas. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyampaikan bahwa jumlah petugas penyelenggara Pemilu yang meninggal dunia berjumlah 894 orang dan 5175 orang yang sakit, (Jakarta, 22-1-2020).

Bercermin dari itu, Pemilu 2019 sangat memakan energi, baik dari sisi pemilih maupun dari sisi lembaga penyelenggara sendiri. Sehingga perlu inovasi-inovasi yang dapat diterapkan pada pelaksanaan Pemilu 2024 yang akan datang. Karena dipastikan akan makin banyak tantangan yang dihadapi, mengingat dinamisnya perkembangan jaman dan perpolitikan Indonesia.

Pertama peyelenggara Pemilu dirasa perlu melakukan penyederhanaan adminstrasi, baik dalam hal data yang harus di isi oleh petugas KPPS maupun terkait penggunaan istilah-istilah agar lebih mudah dipahami. Selain itu juga harus dilakukan penyederhanaan surat suara sehingga tak sebanyak pada pemilu 2019 lalu.

Kedua, kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir juga harus dipertimbangkan guna menentukan sistem pemugutan surat kedepannya yang diharapkan lebih baik dari Pemilu 2020. Penyelenggara Pemilu dan pemerintah dapat mempertimbangkan pelaksanaan Pemilu dengan sisitem E-Voting. Baik itu dengan memanfaat kan Kantor Pos maupun fasilitas lain yang dimiliki, tergantung kesiapan infrastruktur masing-masing daerah.

Dengan inovasi yang dibuat dengan melibatkan banyak pihak guna diterapkan pada Pemilu 2024, diyakini akan menghasilakan Pemilu yang ideal bagi Indoensia. Pada tahapan pembuatan inovasi pada kepemiluan ada empat hal yang harus sama-sama diperkuat dan diperhatikan, yaitu tentang penguatan regulasi, penguatan sistem, penguatan manajemen internal lembaga pemilu serta penguatan dasar hukum .

Karena dalam pelaksanaan sistem demokrasi itu tujuan akhirnya ialah kesejahteraan. Yang mana jika pesta demokrasi ini berjalan dengan tahapan Pemilu yang baik, maka akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. (*)