Kisah Pejuang Covid, Melawan Rasa Takut Hingga Rindu Keluarga

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Berada di garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan pasien positif terjangkit virus Covid-19, tenaga medis memiliki potensi besar terpapar pandemi tersebut.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk menyelamatkan nyawa pasien dari ganasnya virus yang diduga pertama kali terindentifikasi di Cina tersebut.
Seperti Nadia yang bertugas di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Ia mengaku setiap hari bertugas untuk menangani pasien yang datang dengan status ODP atau PDP.
“Manusiawi jika saya dan rekan-rekan awalnya merasa khawatir tertular. Namun kami yakin APD dan protap yang benar dapat menyelamatkan kami dari paparan Corona,” ujarnya.
Ia pun terkadang menyayangkan masih ada saja pasien yang berbohong terkait dengan informasi yang dibutuhkan para tim medis untuk melalukan tindakan.

Baca juga : PSBB Episode 2, Masyarakat Harus Disiplin Ikuti Protokol Pencegahan Covid-19

Senada dengan Nadia, perawat lain Sessar Prima Rivilla mengaku awalnya pun merasa takut saat pertama kali dihadapkan dengan seorang pasien Covid-19.
Ia mengisahkan saat itu ia dan beberapa rekan yang bertugas di ruang ICU diminta menangani seorang pasien Covid-19 yang mengalami gagal nafas.
Saat itu ia diwajibkan untuk memakai Hazmat, masker, kacamata mata pelindung dan perlengkapan lain.
“Saya ingat betul saat itu hari Minggu, 12 April 2020. Saat kita mau memindahkan pasien di ruang transit, ruangannya panas. Sehingga jaket menjadi sangat gerah dan kacamata mendadak kabur karena berembun,” ujar Sessar.
Mendapati hal tersebut ia sempat panik dan muncul rasa takut jika terjadi hal-hal buruk pada dirinya. Namun belakangan ia mengaku berhasil menyingkirkan rasa takut tersebut sehingga lebih tenang saat bertugas.
Keduanya merasa senang jika mendapati pasien yang berangsur membaik dan sembuh karena merasa usaha keras yang mereka lakukan terbayar.
Namun jika pasien yang mereka rawat harus meninggal dunia, ada rasa sedih dan kecewa yang muncul dihati. Mereka sadar apa yang menjadi upaya dan harapan terkadang harus pasrah dengan kehendak Tuhan.
“Bayangkan saat mereka meninggal tidak ada keluarga yang mendampingi. Bahkan saat dimakamkan pun keluarga tidak bisa mengantarkan. Tentu kami turut bersedih ujarnya,” ujar mereka saling menimpali.
Mereka pun mengucapkan terima kasih kepada dinas-dinas terkait yang sudah mau memfasilitasi mereka untuk tidur di hotel karena menurut mereka sangat berbahaya untuk pulang.
Meski diakui sangat rindu keluarga, menurutnya pilihan tak pulang dan menginap di fasilitas yang disediakan merupakan pilihan terbaik dari pada khawatir keluarga mereka tertular.
“Rindu keluarga, paling saat tak jaga (dihotel) baru lepas kangen dengan cara video call dengan keluarga,” tutur Sessar yang sudah tak pulang hampir satu bulan ini.
Selain itu keduanya fasilitas pengaman diri saat bertugas pun sangat memadai dan mampu menjaga mereka dari resiko tertular.
Mereka pun berpesan agar masyarakat mengikuti seluruh aturan pemerintah agar pasien Covid terus tidak bertambah.
“Yang kita lawan ini hantu. Masyarakat harus tahu keganasan virus ini dalam merusak fisik manusia. Supaya masyarakat sadar untuk tetap diam dirumah dan menjaga kebersihan,” pungkas mereka. (david)
Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan