Harga Cabai di Banjarmasin Anjlok, Stok Banyak Jualnya Susah

Purwati (51) Pedagang cabai Pasar Hanyar atau Sentral Antasari Kota Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Diduga karena stok cabai yang membludak pasca panen di sejumlah daerah membuat harga cabai di pasaran menjadi turun drastis atau anjlok.

Akibat anjloknya harga cabai ini membuat sejumlah pedagang di sejumlah pasar di Kota Banjarmasin mulai terkena dampaknya.

Diantaranya, Purwati (51) pedagang cabai di Pasar Hanyar atau Sentral Antasari, Jalan Pangeran Antasari, Banjarmasin yang sudah berdagang cabai sejak tahun 1991 itu mengaku, sangat terdampak dengan harga cabai saat ini.

“Sebab stok cabai yang masuk banyak, tapi jualnya yang susah,” ujarnya kepada klikkalsel.com, Selasa (7/9/2021).

Menurutnya, harga cabai yang anjlok ini justru sebenarnya membuat banyak konsumen yang ingin membeli. Namun, ia menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mengakibatkan mobilitas pembeli malah berkurang.

“Sejak PPKM daya beli sangat berkurang, sudah terasa, kurang lebih 10 hari terakhir,” tuturnya.

Purwati menyebutkan, sejak 10 hari terakhir harga cabai merah besar turun dari Rp 30 ribu perkilogram menjadi Rp 20 ribu, kemudian cabai hijau besar turun dari Rp 18 ribu, menjadi Rp 10 ribu perkilogram.

Sedangkan cabai tiung dari Rp 30 ribu perkilogram turun menjadi Rp 20-18 ribu perkilogram, cabai keriting dan taji dari Rp 30 ribu perkilogramnya menjadi Rp 20 ribu.

“Sementara itu, cabai rawit yang sebelumnya Rp 60 ribu perkilonya jadi Rp 30 ribu,” jelasnya.

Dari data tersebut, selisih terbesar dari harga cabai sebelumnya hingga sekarang berkisar Rp 10 ribu.

Purwati mengaku, keadaan ini memberikan dampak bagi pedagang sepertinya. Banyaknya pasokan, dan kurangnya daya beli jadi faktor pendorong kerugian yang dialami pedagang.

Lebih lanjut ia juga menilai bahwa banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan jadi faktor yang berpengaruh terhadap daya beli saat ini.

Karena, menurutnya masalah saat ini ada daya beli masyarakat yang turun drastis karena tak memiliki pendapatan. Dengan demikian, masyarakat tak bisa memanfaatkan untuk belanja kebutuhannya.

Imbasnya, pedagang yang harus memutar otak dalam menyiasati kerugian dan bahkan harus menanggung kerugian.

“Dari limpahan stok yang ada tapi pembelinya sedikit,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi