BANJARMASIN, klikkalsel.com – Dua terdakwa perkara korupsi pemotongan bonus atlet disabilitas berprestasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Saderi dan Febrianty Rielena Astuti menyatakan keberatan atas dakwaan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Selasa (7/10/2025).
Dalam sidang lanjutan pemotongan bonus atlet Pekan Paralympic Daerah (Peparprov) Kalimantan Selatan 2022, Saderi mantan Plt Ketua NPC Kabupaten HSU dan sekretarisnya Febrianty melalui kuasa hukum menyampaikan eksepsi atau nota keberatan kepada majelis hakim yang diketuai Ariyas Dedy.
Syamsul Hidayat, kuasa hukum Saderi dan Febrianty, menolak dakwaan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor yang dibacakan oleh JPU Kejari HSU.
Menurut Syamsul Hidayat dakwaan yang ditetapkan oleh JPU tidak cermat dan tidak tepat sasaran.
Dia menegaskan uang bonus atlet yang disebut diselewengkan itu bukan lagi termasuk kategori uang negara, karena dana hibah dari Pemkab HSU telah diserahkan sepenuhnya kepada para atlet dan pelatih yang berprestasi.
“Kalau memang disebut ada kecurangan, itu bukan korupsi, karena uangnya sudah menjadi hak penerima hibah, dalam hal ini para atlet,” tegasnya usai sidang.
Baca Juga : Terbukti Korupsi Uang Perusda, Reza Divonis 8 Tahun Penjara dan Wajib Mengganti Rp10,8 Miliar
Baca Juga : Momok Karhutla Berganti Ancaman Banjir dan Puting Beliung, Pemprov Kalsel Tingkatkan Kesiapsiagaan
Dia menerangkan, pemotongan dana sebesar 15 persen oleh pengurus NPC bukan tindakan melanggar aturan. Sebab hal ini, ujarnya, telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
Dalam aturan internal tersebut, pengurus diperbolehkan mengambil sebagian dana untuk biaya operasional dan pengelolaan.
“Ada ketentuan di AD/ART yang mengatur potongan sekitar 20 persen untuk pengelolanya,” ucapnya.
Di sisi lain, dia menyebut masalah ini tidak ranah perkara korupsi, apabila ada pihak atlet yang merasa keberatan atas potongan tersebut. Menurutnya lebih tepat diselesaikan sebagai perkara pidana umum.
“Kalau memang ada atlet yang merasa dirugikan, bisa saja melapor ke kepolisian dengan delik penggelapan. Tapi ini bukan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Pada sidang kali ini, terdakwa Saderi dan Febrianty menyerahkan barang bukti eksepsi kepada majelis hakim untuk dipelajari lebih lanjut.
Majelis hakim menyatakan akan memberikan kesempatan bagi JPU untuk memberikan tanggapan dalam persidangan berikutnya.
Untuk diketahui, dalam pembacaan nota dakwaan oleh JPU menyebut Saderi dan Febrianty telah memotong dana hibah bonus atlet dan pelatih dengan nilai kerugian mencapai sekitar Rp330 juta.
Uang hasil pemotongan itu disebut mengalir ke delapan orang pengurus NPC, dengan Saderi dan Febrianty menerima bagian terbesar, masing-masing Rp75 juta. (rizqon)
Editor: Abadi





