BANJARMASIN, klikkalsel.com – Rekomendasi pembatalan Aditya Mufti Arifin sebagai Calon Wali Kota Banjarbaru oleh Bawaslu Kalsel berujung tudingan Abuse of Power atau penyalahgunaan kekuasaan. Sejumlah praktisi hukum menilai Bawaslu Kalsel melangkahi wewenang jajaran kabupaten/kota dalam menangani laporan dugaan penanganan pelanggaran Pilkada.
Tudingan serupa juga dialamatkan kepada Bawaslu Kalsel setelah menerima laporan pihak Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banjar nomor urut 2 Tamliha – Habib Ahmad yang melaporkan duet petahana nomor urut 1 Saidi – Said Idrus.
Pengamat Hukum dan Politik, Dhieno Yudhistira menyebut Bawaslu Kalsel mengambil kewenangan Bawaslu Kabupaten Banjar, dengan dalih berpedoman pada Pasal 9 Ayat 4 dan 5
Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024. Yang mana Pasal 9 Ayat 4 dan 5 itu juga menjadi pegangan Bawaslu Kalsel menindaklanjuti penanganan dugaan pelanggaran Pilkada Kota Banjarbaru.
“Jadi Bawaslu Provinsi secara tidak langsung telah melanggar/mengangkangi kewenanangan Bawaslu Kabupaten/kota, sehingga menurut hemat saya hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang mereka buat sendiri. Walaupun dengan alasan Bawaslu Daerah terlalu banyak laporan namun hal itu bukan menjadi jawaban yang tepat,” ujarnya.
Baca Juga Kadung Dicetak, Langkah Aditya-Said Mempengaruhi Nasib Surat Suara Pilkada Banjarbaru
Menurut Yudhistira, Bawaslu Kalsel telah melakukan penyalahgunaan kewenangan Abuse of Power. Alasannya adalah kewenangan Bawaslu kabupaten/kota diambil alih oleh Bawaslu Kalsel.
“Namun yang saya cermati di sini, apakah mereka sudah mempelajari Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020, saya khawatir mereka belum tahu atau pura-pura tidak tahu. Ini yang akan menjadi masalah,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalsel, Aries Mardiono menepis pihaknya telah melakukan penyalahgunaan wewenang. Aries menekankan, setiap langkah yang diambil Bawaslu Kalsel dalam menerima laporan, menangani pelanggaran, hingga memutuskan perkara berpedoman pada Perbawaslu, bahkan UU Pilkada.
“Kalau menerima laporan kami wajib, sandarannya pada Pasal 28 Ayat 1 huruf (c) Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 2016 yang berbunyi tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan,” jelasnya, Rabu (6/11/2024).
“Di Undang-Undang karena bunyi itu Pemilihan. Sifatnya umum, mau itu Pilbup, Pilwali, dan Pilgub maka kami berwenang menindaklanjuti laporan yang disampaikan kepada Bawaslu Provinsi terkait dengan pelanggaran Pemilihan. Apalagi dipertegas di Perbawaslu Nomor 9, kami bisa menangani itu,” imbuhnya.
Pada Ayat 5 huruf (a) Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 dijelaskan laporan bisa disampaikan di kantor Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panwaslu Kecamatan sesuai dengan tempat terjadinya dugaan pelanggaran.
“Pada Pilkada 2020 lalu, ada pasangan calon yang melaporkan langsung ke Bawaslu RI terkait dugaan pelanggaran di Kalsel,” imbuhnya.
Terkait penanganan pelanggaran Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru oleh Bawaslu Kalsel, Aries menjelaskan ada asas pertimbangan yang diambil berdasarkan Perbawaslu.
“Pertimbangan kami ketika itu Bawaslu Kota Banjarbaru sedang menangani perkara. Kemudian komisioner Bawaslu Kota Banjarbaru komposisinya hanya tiga orang,” ucapnya.
Sementara itu, Aries menerangkan terkait laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Bupati dan Wali Bupati Kabupaten Banjar ke Bawaslu Kalsel masih bersifat diterima. Dalam hal ini belum dipastikan apakah langsung ditangani Bawaslu Kalsel.
“Laporan di Kabupaten Banjar masih perbaikan, belum tentu kami yang menanganinya. Bisa saja kami limpahkan kepada Bawaslu Kabupaten Banjar,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi