BANJARBARU, klikkalsel.com – Pengamat Hukum dan Politik, Dhieno Yudhistira kritisi pelaporan pasangan calon (Paslon) 02 Tamliha – Habib Ahmad ke Bawaslu Kalsel yang ditujukan untuk Paslon MANIS, Saidi – Said idrus.
Dikatakannya bahwa, pelaporan yang dilakukan oleh Paslon 02 dalam Pilbup Banjar ke Bawaslu Provinsi Kalsel dinilai melanggar/mengangkangi Bawaslu Kabupaten Banjar.
Hal tersebut ujarnya didasari Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020, di dalam Pasal 4 dan 5.
Dalam Perbawaslu tersebut menurut Dhieno, disebutkan dalam pasal 4 huruf (a), Pelaporan disampaikan paling lama 7 hari terhitung sejak diketahui atau ditemukan pelanggaran. Sedangkan dalam Pasal 5 penyampaian bahwa laporan dilakukan ke kantor Sekretariat Bawaslu sesuai dengan tempat di mana terjadinya pelanggaran,
“Jadi Bawaslu Provinsi secara tidak langsung telah melanggar/mengangkangi kewenanangan Bawaslu Kabupaten/kota, sehingga menurut hemat saya hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang mereka buat sendiri. Walaupun dengan alasan Bawaslu Daerah terlalu banyak laporan namun hal itu bukan menjadi jawaban yang tepat,” ungkapnya saat dihubungi klikkalsel.com melalui panggilan Whatsapp, Selasa (05/11/2024).
Baca Juga Pelaporan Tamliha-Habib Ahmad ke Bawaslu Kalsel, Berikut Keterangan Ketua Bawaslu Banjar
Baca Juga Polresta Banjarmasin Pastikan Keamanan Kampanye Paslon Pilkada Tetap Kondusif
Bahkan Dhieno mengkategorikan, tindakan Bawaslu Kalsel adalah sebuah pengingkaran keadilan terhadap masyarakat (masyarakat/rakyat) dijadikan kelinci percobaan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab, Sehingga dirinya mempertanyakan dengan terjadinya laporan ini, lalu masyarakat harus percaya kemana lagi? Apabila peraturan yang dibuat oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, itu ditabrak oleh oknum Bawaslu sendiri. Sehingga muncul persepsi mereka melanggar aturan yang dibuat sendiri.
“Jadi menurut saya, sangat jelas dan nyata bahwa Bawaslu provinsi telah melakukan penyalahgunaan kewenangan abuse of power dan misbruik van omstandige heden terhadap terlapor. Sebab kewenangan Bawaslu kota diambil alih oleh Bawaslu Kalsel,” terangnya.
Terkait dengan penerimaan laporan yang disuguhkan Paslon 02 Tamliha – Habib Ahmad ke Bawaslu Kalsel, hal itu tentunya merupakan hak dari Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu, namun tetap mengikuti tahapan proses dan aturan yang berlaku saat ini, apakah masuk pelanggaran kode etik, pidana, adminstrasi atau pelanggaran lainya.
“Namun yang saya cermati di sini, apakah mereka sudah mempelajari Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020, saya khawatir mereka belum tahu atau pura-pura tidak tahu. Ini yang akan menjadi masalah,” ungkapnya.
“Apabila dia yang membuat dia juga yang mengingkari hal ini termasuk Smuggling Of Rules (penyelundupan aturan, red),” tegasnya.
Lebih jelas, ia mengatakan, dalam aturan yang sama, Bawaslu provinsi hanya berwenang untuk mengadili atau memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh calon Gubernur, dan wakil Gubernur, bukan memeriksa pelanggaran Calon Bupati dan Calon Wali Kota.
“Di dalam peraturan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tersebut jelas tertulis, pelaporan dilakukan sesuai dengan tempat terjadinya perkara atau pelanggaran. Dalam hal ini berarti adalah kewenangan absolut dari Bawaslu Kabupaten atau Kota,” ucapnya.
Dalam kasus ini, ia mengatakan kewenangan Bawaslu Kabupaten atau Kota telah dikangkangi oleh oknum dari Bawaslu Provinsi Kalsel.
Selain itu, terkait dengan pelaporan yang dilakukan Tim Paslon Pilbup Banjar 02 Tamliha – Habib Ahmad yang telah dihentikan oleh Bawaslu Kabupaten Banjar apakah melanggar Asas Nebis In Idem?
Ia memaparkan, seharusnya jika perkara ini telah dilayangkan ke Bawaslu kabupaten/kota dan ternyata dihentikan setelah melewati beberapa tahapan. Maka harusnya Bawaslu Provinsi Kalsel menolak laporan tersebut sebab bertentangan dengan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 , karena tidak boleh ada 2 laporan yang sama dengan obyek, pihak dan materi yang sama, diajukan kembali terkecuali ada novum.
“Berdasarkan aturan tersebut jelas terlihat ada ketimpangan dan pelanggaran hukum yang terjadi di sana. Dalam hal ini kami tidak mengetahui motif apa yang terselubung dari oknum Bawaslu kalsel?, apakah mereka tidak percaya dengan kinerja Bawaslu Kabupaten/Kota,” ungkapnya.
Bahkan dalam kasus ini, menurut Dhieno bola panas ada di Bawaslu provinsi apakah mereka menerapkan peraturan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 atas perubahan dari Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 yang mereka buat sendiri atau ada unsur yang lain. (Mada)
Editor: Abadi