Suwarna, Sosok Wanita yang Tak Pernah Putus Asa

Suwarna saat meraut Daun Nipah untuk diolahnya menjadi bilah lidi tusuk sate (foto:airlangga/klikkalsel)

USIA senja tak menghalangi Suwarna mencari nafkah di jalan yang halal. Meski pendapatannya tergolong sedikit, wanita yang tinggal di Kampung Kenangan Sungai Jingah, Banjarmasin Utara ini mampu bertahan hidup.

Hampir 20 tahun Suwarna meraut bilah lidi dari daun nipah yang diperolehnya secara gratis dari pengrajin ketupat yang ada di sekitar kawasan tempatnya tinggalnya untuk dijadikan tusuk sate. Kerajinan tangannya itu menghasilkan rupiah yang tentu saja belum cukup untuk makan bersama anaknya yang saat ini belum mendapatkan pekerjaan.

Suwarna juga harus membiayai kebutuhan cucunya yang masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Dengan hanya menjual tusuk sate, tentu tidak cukup baginya memenuhi semua kebutuhan tersebut.

Apalagi, usaha wanita berusia 81 tahun ini terbilang sepi, lantaran harus bersaing dengan produksi tusuk sate siap pakai yang dipasok dari Pulau Jawa di beberapa pasar swalayan.

Bagi Suwarna tidak ada kata putus asa. Berpengalaman di jasa tukang pijat ternyata bisa menambah penghasilannya tiap hari. Sehingga tidak hanya menggantungkan hidupnya dengan meraut satu demi satu daun bilah lidi sebagai tusuk sate.

“Ada yang mengantarkan, kadang mengambil sendiri,” ucapnya sambil meraut nipah kepada klikkalsel.com Senin (14/9/2020).

Suwarna nampak piawan memainkan pisau dapur untuk meraut satu demi satu daun nipah yang dijadikan lidi untuk tusuk sate.

Rutinitas Suwarna bisa dilihat setiap hari selama 20 tahun ini di teras rumah reot berdindingkan kalsiboard yang ditingalinya bersama satu anak dan seorang cucu.

Dalam sehari, ia mampu mengumpulkan hinga 400 bilah tusuk sate yang dijulnya, untuk membeli keperluan rumah seperti beras dan minyak tanah.

“Seikat isi 100 bilah dijual Rp2.500, namun dalam seminggu ini belum ada yang laku,” tuturnya.

Sementara pendapatannya sebagai sebagai tukang pijat, dalam sepekan ia dapat paling banyak hanya dua orang. Ia pun tidak mematok harga, dan dibayar sukarela pun ia terima.

“Sekali pijat sukarela saja, paling Rp50 ribu,” ujarnya.

Meski tidak seberapa, ia tetap menekuni pekerjaan ini karena tidak memiliki mata pencaharian lain. “Sudah tua, hanya ini yang bisa dikerjakan,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan