Suap Proyek Irigasi HSU Masuk Tahap Tuntutan Jaksa KPK, Maliki Minta Keringanan

Tuti Elawati Penasehat Hukum Maliki memyerahkan berkas pembelaan kepada majelis hakim

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus suap proyek irigasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dengan terdakwa Mantan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, terus bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (6/4/2022) dengan agenda pembelaan terdakwa.

Terdakwa Maliki secara pribadi maupun melalui penasihat hukumnya, Mahyudin dan Tuti Elawati menyampaikan pembelaan.

Mereka meminta majelis hakim agar tuntutan terhadap terdakwa khususnya terkait pidana tambahan uang pengganti dikesampingkan.

“Kami minta majelis hakim memutuskan hukuman seringan-ringannya,” ujarnya.

Tuti Elawati sebagai penasehat hukum berkeyakinan, kliennya bukanlah pelaku utama dalam perkara korupsi suap tersebut.

Kemudian Maliki dalam pembelaan pribadinya menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak termasuk masyarakat HSU, Kalsel dan Indonesia secara umum atas perbuatan yang telah diakuinya tersebut.

Dia memohon majelis hakim dalam memutuskan perkaranya nanti untuk mempertimbangkan terkait statusnya yang masih memiliki tanggungan keluarga, ditambah usia yang sudah paruh baya dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Baca Juga : Kedua Terdakwa Dugaan Korupsi Proyek Irigasi di HSU Akui Adanya Fee 15 Persen

Baca Juga : KPK Apresiasi Pencegahan Korupsi di Kalsel, Paman Birin Mewanti Jangan Terbuai

Disamping itu, mendengar pembelaan terdakwa, Titto Jaelani mengakui kalau terdakwa sebagai pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

Titto juga menyampaikan, diterimanya permohonan terdakwa Maliki oleh Pimpinan KPK sebagai justice collaborator dengan sejumlah pertimbangan.

Diantaranya yaitu, sikap kooperatif selama proses penyidikan dan persidangan serta peran Maliki dalam turut membongkar peran tersangka lainnya dalam kasus korupsi suap fee proyek di Kabupaten HSU khususnya keterlibatan Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid.

Selain itu, karena terpenuhinya syarat-syarat pengajuan sebagai justice collaborator sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Saksi Pelaku Tindak Pidana yang bekerjasama serta adanya permohonan yang diajukan secara resmi oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya.

Meski demikian, dalam tanggapannya atas pledoi terdakwa, Penuntut Umum KPK menyatakan tetap pada tuntutannya yaitu menuntut Maliki untuk dipidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Selain itu, terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti Rp 195 juta.

Jika uang pengganti tidak dibayarkan setelah 1 bulan putusan inkrah, maka harta bendanya bisa disita dan dilelang. Jika tetap tidak mencukupi, maka diganti dengan tambahan pidana penjara selama 3 tahun.

“Kami tetap pada tuntutan,” ujar Titto.

Diketahui, Maliki duduk di kursi pesakitan setelah ditangkap dalam operasi senyap yang dilakukan penyidik KPK di Kabupaten HSU pertengahan Bulan September Tahun 2021 lalu.

Maliki kedapatan menerima uang senilai ratusan juta dari dua kontraktor pemenang tender proyek irigasi di Kabupaten HSU yang diserahkan melalui seorang perantara.

Usai mendengar pembelaan dari terdakwa dan jawaban dari Penuntut Umum KPK, Majelis Hakim kembali menunda sidang untuk dilanjutkan pada Rabu (13/4/2022) dengan agenda pembacaan putusan. (airlangga)

Editor: Abadi