Diduga Lakukan TPPU Mantan Bupati HST Kembali Disidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin

Jaksa KPK saat menunjukan surat dakwaan kepada Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin yang disaksikan kuasa hukum Abdul Latif mantan bupati HST

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang perdana perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Rabu (18/1/2023).

Perkara ini, merupakan lanjutan dari kasus sebelumnya, dimana terdakwa Abdul Latif melakukan korupsi, yakni saat menjabat sebagai Bupati HST ia menerima suap Rp 3,6 miliar terkait pembangunan ruang perawatan di RSUD Damahuri Barabai.

Namun, Selain suap, KPK menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka gratifikasi dan TPPU. Total gratifikasi yang diduga diterima Latif adalah Rp 23 miliar dari fee proyek di sejumlah dinas di wilayahnya dengan kisaran 7,5 hingga 10 persen setiap proyek.

Terkait penerimaan gratifikasi itu, KPK menduga Abdul Latif telah melakukan pencucian uang. KPK menyita total 23 kendaraan yang diduga terkait TPPU Abdul Latif, antara lain 2 unit unit Hummer H3, 1 unit Cadillac Escalade, dan 1 unit Ducati Streetfighter 848.

Baca Juga : Sidang Pertama Divonis 21 Bulan, Babak Baru Kasus Ratu Arisan Online Ame Kembali Disidangkan

Dalam perkara ini, terdakwa Abdul Latif didakwa dua pasal oleh Jaksa penuntut KPK, Ikhsan Fernandi dan tim

Di hadapan Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin yang diketuai Jamser Simanjuntak. Jaksa KPK, pertama mendakwa terdakwa telah melanggar tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B juncto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dakwaan dua, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.