Sidang Lanjutan Korupsi HSU, Saksi Mengaku Telah Serahkan Rp 8 Milyar dan Pernah Diminta Carikan Dana Pilkada

Jaksa Penuntuk KPK dan Penasehat Hukum Terdakwa Abdul Wahid menyerahkan bukti aliran dana Korupsi mantan Bupati HSU di Pengadilan Tipikor Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi suap fee proyek di lingkungan Dinas PUPR Hulu Sungai Utara (HSU) dengan terdakwa Bupati HSU non-aktif, H Abdul Wahid terus bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4/2022).

Terdakwa Abdul Wahid, kembali dihadirkan di persidangan mengenakan peci hitam sambil dikawal personel Sat Brimob Polda Kalsel ke Pengadilan Tipikor Banjarmasin

Di sidang yang diketuai Majelis Hakim, Yusriansyah, Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sebanyak tiga orang saksi yang bekerja dan pensiunan di pemerintahan, dalam persidangan.

Ketiga saksi itu, diantaranya Agus Siswanto mantan Plt Kepala Dinas PUPRT HSU, Abdul Latif dan Hadi Hidayat selaku mantan ajudan Bupati HSU.

Tidak perlu waktu lama, ketiganya langsung dimintai keterangan dan diberi berbagai pertanyaan oleh Jaksa, Penasehat Hukum terdakwa hingga Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin.

Saksi pertama, Agus Siswanto mantan Plt Dinas PUPRP HSU mengaku mendapatkan jabatan berdasarkan penunjukan dari bupati dan tidak mengetahui adanya lelang jabatan.

“Tidak pernah mendengar,” ujarnya.

Kemudian, saksi juga mengungkapkan bahwa dirinya mulai menyerahkan uang fee proyek kontraktor kepada terdakwa sejak 2015 silam. Sewaktu saksi masih menjabat sebagai Kabid Bina Marga.

“Permintaan uang itu disampaikan sebelum lelang dengan kontraktor atas permintaan bupati namun untuk persennya atas inisiatif saya sendiri yang saat itu dari 6 hingga 8 persen,” ujarnya.

Baca Juga : Jaksa KPK Tuntut Mantan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 250 Juta

Baca Juga : Kasasi JPU Kajari HSU Dikabulkan MA, Ahmad Fauzian Segera Dieksekusi

Pertimbangan 6 sampai 8 persen fee itu, ditentukan saksi dengan alasan melihat dari kabupaten lain

“Kabupaten tetangga seperti Balangan dan melakukanya atas inisiatif sendiri karena takut akan dimutasi,” jelasnya.

Untuk paket pekerjaan, saksi menceritakannya terlebih dahulu kepada bupati beserta nilainya. Lalu, penentuan pemenang lelang proyek terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada saksi. Sementara terdakwa, hanya menerima komitmen fee sebagai bentuk komitmen proyek.

“2015 itu kontraktor tidak tahu dengan bupati tapi saya yang mengkondisikan dan menjelaskan akan ada fee yang diminta oleh bupati,” jelasnya.

Hal itu, rupanya menjadi kesepakatan awal dan diminta untuk dibayar setelah pengerjaan. Hingga 2015 itu terkumpul Rp 1,1 Miliar yang diterima saksi dari 18 pekerjaan kontraktor untuk diserahkan ke Bupati HSU.

“Uang itu saya kumpulkan, saya kemas dengan kardus dan diserahkan kepada Udin penjaga malam di kediaman atas perintah Bupati yang disaksikan Abdul Latif (ajudan bupati),” imbuhnya.

Setelah itu, saksi yang dulunya menjabat sebagai Kabid Bina Marga merangkap menjadi Plt Dinas PUPRP HSU hingga pensiun di tahun 2018 dipanggil Bupati pada tahun 2017 untuk datang ke rumah dinas dan diminta untuk mencarikan dana buat Pilkada HSU.

“Saya jawab insyaallah saya laksanakan pak,” ucapnya.

Selama dia menjabat hingga 2018 pensiun saksi Agus ini terhitung sudah menyerahkan uang fee proyek kepada bupati sebesar Rp 8 miliar lebih.

Abdul Latif, mantan ajudan Bupati HSU itu sebelumnya bekerja sebagai Satpol PP yang bertugas di kediaman Bupati HSU, dalam persidangan mengaku jika dirinya sudah sering menyaksikan saksi Agus membawa kardus yang diserahkannya ke Udin. Akan tetapi, dia tidak mengetahui isi di dalam kardus tersebut.

“Saya hanya menunduk kalau itu isinya uang,” ujarnya.