Sentra Gakumdu Lebih Mudah Ditekan, Komisioner Bawaslu RI Ingatkan Integritas

Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo selaku Koordinator Penindakan menjadi pemateri Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakumdu bersama jajaran pihak terkait di Kalsel. (foto : rizqon/klikkalsel)

BANJARMASIN, klikkalsel – Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI), Ratna Dewi Pettalolo berdatang ke Kalimantan Selatan (Kalsel), Selasa (25/6/2019).

Kedatangannya itu menjadi pemateri Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) di Ball Room Hotel Aria Barito Banjarmasin.

Ratna Dewi Pettalolo selaku Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI mengingatkan jajaran Gakumdu yang terdiri dari tiga institusional yaitu Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian di Kalsel, menjunjung tinggi tinggi netralitas.

Mengingat, kata dia, Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar 2020 mendatang.

Menurutnya, calon petahana Pilkada lebih mudah menekan serta mempengaruhi integritas Sentra Gakumdu dalam bertindak menangani pidana pemilu.

“Kita harapkan profesionalisme dan netralitas. Karena dalam banyak kasus khususnya daerah yang ikut serta petahana, profesionalisme dan netralitas ini sering terganggu,” ucapnya.

Apalagi, sebutnya, antara calon petahana dan unsur Sentra Gakumdu tergabung pada Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang di dalamnya ada seluruh pimpinan institusi.

Sehingga bisa jadi, ketus dia, hubungan-hubungan kelembagaan yang ada di pemerintah daerah itu, bisa menggangu di dalam penindakan tindak pidana pemilu.

“Sekali lagi, agar netralitas dan integritas dijaga seluruh pihak dalam menyukseskan pemilu,” cetusnya.

Sementara itu, dia juga menyebutkan politik uang tak bisa lepas dari pelaksanaan pemilu. Kendati demikian, guna menyongsong Pilkada 2020 nanti, Sentra Gakumdu harus mengevaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 terkait pengawasan, pencegahan dan penindakan tindak pidana pemilu.

Dalam penindakan tindak pidana pemilu, Sentra Gakumdu harus memiliki alat bukti yang kuat saat menjerat pemberi dan penerima politik uang sesuai ketetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Misalnya politik uang kalau hanya bentuk foto kualitasnya lebih rendah jika dihadirkan barang yang adalah diberikan saat peristiwa politik uang. Kalau ditemukan terstruktur, sistematis dan masif di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 itu bisa didiskualifikasi,” pungkasnya.. (rizqon)

Editor : Farid

Tinggalkan Balasan