Sehari Menjelang Nyepi, Seluruh Umat Hindu Lakukan Upacara Tawur Kesanga

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Setelah melaksanakan upacara Malestipada beberapa hari lalu, umat Hindu di Banjarmasin satu hari menjelang Tahun Baru Saka 1943 atau melakukan Nyepi, kembali melaksanakan serangkaian acara, yaitu upacara Tawur Kesanga di Pura Agung Jagat Natha, Jalan Gatot Subroto, Sabtu (13/3/2021).

Dari pantauan klikkalsel.com di lokasi upacara Tawur Kesanga dilakukan dengan sederhana, hanya beberapa umat Hindu di Banjarmasin yang berhadir.

Diantaranya para pengurus Pura Agung Jagat Natha dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, mengingat situasi saat ini masih dalam kondisi Covid-19.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kalimantan Selatan (PHDI Kalsel), I Ketut Artika, menjelaskan dalam upacara Tawur Kesanga dimulai dengan upacara Mecaru bertujuan untuk menetralisir unsur unsur negatif di Alam semesta.

“Tidak hanya alam semesta juga termasuk alam bawah,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, di masa pandemi Covid-19 umat Hindu di Banjarmasin sudah dua kali memperingati Hari Raya Nyepi.

Baca Juga : Polda Kalsel Turunkan “Brown” Amankan Perayaan Nyepi

Baca Juga : Perayaan Nyepi di Pura Agung Jagat Nata, Singkirkan Aura Negatif

“Mudah-mudahan di tahun 2021 terakhir kita menjalankan Hari Raya Nyepi di wabah pandemi,” harapnya.

Setelah melakukan Upacara Mecaru, dilanjutkan dengan sembahyang dan doa bersama Tawur Kesange di dalam Pura memohon agar mendapat keselamatan dan kemaslahatan untuk masyarakat di alam semesta.

“Selain Pura Agung Jagat Natha Banjarmasin Acara serupa juga dilaksanakan umat Hindu di Banjarbaru di Pura jagatnatha suryanata,” tutupnya.

Ida Rsi Whiswamitra Pawitra Putra, seorang Pandita Hindu yang memimpin upacara tersebut menjelaskan, umat Hindu melaksanakan ritual upacara Tawur Kesanga atau dikenak juga dengan Mecaru dilakikan satu hari sebelum hari raya. upacara tersebut biasanya ditandai dengan pawai festival ogoh-ogoh yang diarak di setiap desa.

Ogoh-ogoh merupakan manifestasi simbolis dari Bhuta Kala dan Bhur Loka yang menggambarkan sifat buruk dan jahat manusia, karenanya bentuk ogoh-ogoh selalu menyeramkan.

“Sebelum dibakar ogoh-ogoh diarak hingga menjelang matahari terbit,” ucapnya.

Selain itu, upacara Tawur Kesanga juga diartikan sebagai bentuk membayar (Tawur) apa saja yang sudah dipetik di kehidupan dan Alam semesta.

“Sehingga terjadilah harmonisasi atau hubungan timbal balik antara manusia dan Alam,” jelasnya.

Disamping itu, Ketua Suka duka atau Pengurus Pura Agung Jagat Natha Banjarmasin I Wayan Karyana menambahkan, Hari Raya Nyepi dilakukan selama 24 jam dengan dimulai pada pukul 6 pagi sampai 6 pagi keesokan harinya.

“Dalam tata cara masyarakat merayakan Nyepi, ada empat pantangan yang wajib dijalani umat Hindu,” sebutnya.

Empat pantangan tersebut diantaranya. Amati Geni atau tidak menyalakan lampu dan harus melawan hawa nafsu. Amati Karya atau tidak melakukan kegiatan apapun, hanya bermeditasi dan melakukan penyucian rohani

“Amati Lelungan atau tidak bepergian termasuk pikiran tidak berkhayal kemana-mana, hanya berdiam diri saja di rumah diikuti dengan meditasi dan renungan dan Amati Lelanguan atau tidak menikmati dan menghentikan segala kesenangan duniawi,” ungkapnya.

Setelah itu, dilanjutkan dengan Ngembak Geni yang dirayakan satu hari setelah Hari Raya Nyepi sebagai tanda berakhirnya Nyepi.

Masih I Wayan Karyana menjelaskan, pada umumnya umat Hindu merayakannya dengan melakukan kunjungan ke rumah saudara, kerabat, dan tetangga untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan segala kesalahan yang terjadi sebelumnya.

“Namun Karena masa pandemi silaturahmi hanya dilakukan melalui sosial media saja, sejatinya Nyepi merupakan sebuah momen refleksi diri dan meditasi untuk diri sendiri, orang lain, dan alam,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan