Putusan MA Terkait 30 Persen Keterwakilan Perempuan Pada Daftar Caleg Berpotensi Jadi Sengketa Proses Pemilu

Ketua Bawaslu Kalsel, Aries Mardiono melayani wawancara awak media terkait potensi sengketa proses pemilu.

BANJARBARU, klikkalsel.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memprediksi sengketa berpotensi terjadi dalam penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu Legislatif 2024 yang akan diumumkan pada 4 November 2023. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu 2024 yang digelar Bawaslu Kalsel bersama stakeholder dan jajaran tingkat kabupaten/kota.

Sengketa proses pemilu berpotensi terjadi pada beberapa permasalahan, antara lain 30 persen keterwakilan pertemuan tidak terpenuhi pada daftar caleg, perbedaan kesesuaian berkas pada sistem informasi pencalonan (Silon), dan tidak lengkapnya persyaratan dokumen pencalonan.

“Sesuai keputusan Mahkamah Agung, bahwa 30 persen keterwakilan perempuan itu pembulatan ke atas bukan ke bawah. Tentu akan mempengaruhi jumlah caleg di setiap dapil (daerah pemilihan) yang diajukan partai politik,” tutur Ketua Bawaslu Kalsel, Aries Mardiono di sela rapat koordinasi di Grand Qin Hotel, Banjarbaru, Rabu (1/11/2023).

Baca Juga Meski Honor KPPS Pemilu 2024 Naik, Asuransi Masih Belum Ada Kejelasan

Baca Juga Pelajar Sambut Antusias Ikuti Sosialisasi dan Edukasi Pemilu 2024

Aries Mardiono mengatakan, keterwakilan perempuan ini adalah problem secara nasional.
Karena itu, pihaknya masih menunggu petunjuk dari Bawaslu RI.

“Mengingat putusan Mahkamah Agung sudah dibacakan dan tindak lanjutnya nanti seperti apa,” imbuhnya.

Selain itu, ketentuan 30 perwakilan perempuan dalam daftar caleg itu juga masih menunggu perubahan Peraturan KPU untuk ditindaklanjuti.

“Jadi tidak serta-merta bisa langsung dilaksanakan, apakah harus menunggu perubahan PKPU atau seperti apa. Kita lihat nanti,” tandasnya.

Sementara itu, dalam rapat koordinasi yang digelar selama dua hari ini 1-2 November 2023 turut diikuti guru besar di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Prof Hadin Muhjad dan Dr Wirdyaningsih, dosen fakultas hukum di Universitas Indonesia.

“Untuk dasar hukum penetapan DTC, pertama Undang-undang Nomor 7/2017. Kedua, Peraturan KPU. Ketiga putusan MA dan putusan MK,” sebut Wirdyaningsih.

Untuk menyelesaikan sejumlah sengketa itu, kata Ningsih, Bawaslu harus melakukan kajian hukum dan melakukan koordinasi internal hingga KPU RI. Kemudian menyiapkan rencana atau langkah-langkah hingga mencapai kesepakatan atau keputusan. (rizqon)

Editor: Abadi