Pengaruh Kaum Milenial di Perolehan Suara, Ini Pandangan Pengamat

Foto : ilustrasi

TANJUNG, Klikkalsel.com – Millenial sejatinya bukan sumber dari kekuasaan, sehingga tidak berpengaruh banyak dalam harapan partai politik mendongkrak perolehan suara dalam pemilihan anggota legislatif.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pemerhati Politik Banua, Kadarisman pada Senin, (15/5/2023) di Tabalong.

“Hal yang dapat mempengaruhi bukan karena millenialnya, tapi sumber kekuasaan yang melekat di belakang kemillenialannya, seperti misal dia pengusaha muda, anak orang kaya, anak penguasa, atau figurnya memang populer atau yang dijadikan role model bagi kalangan millenial,” bebernya.

Menurutnya, tanpa sumber kekuasaan yang melekat di balik kemilinealan tersebut tidak akan mengangkat suara partai.

“Millenial hanya akan menjadi pemain figuran sebagai pelengkap semata,” katanya.

Ia juga mengatakan, kelompok millenial di Tabalong sendiri belum teruji. Beberapa orang millenial yang masuk saat ini duduk di DPRD Tabalong gagal merepresentasikan dirinya sebagai wakil rakyat yang millineal.

Baca Juga : Caleg DPD Gelora Tabalong 80 Persen Kaum Milenial

Baca Juga : Banyak Diisi Bacaleg Milenial, DPD PSI Banjarmasin Targetkan 1 Fraksi di DPRD

“Kalian cari sendirilah, anggota DPRD yang kelahirannya di rentang 1981 – 1995 yang saat ini duduk di legislatif, apa pernah mendengar suaranya memihak rakyat,” tuturnya.

Menurut Kadarisman, memilih kalangan milenial juga ada resikonya, yakni literasi politik yang karbitan.

“Rata-rata mereka masuk ke kancah politik praktis hanya ikut tren semata atau pelengkap saja, sehingga tidak memiliki konsep – konsep politik yang hendak dikontribusikan buat kebaikan masyarakat,” ucapnya.

Lanjutnya, kondisi tersebut sebenarnya tantangan kalangan millenial untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam tujuan tujuan berpolitik.

“Politik bukan ladang pekerjaan, tetapi ladang tempur agar melahirkan legislasi kebijakan bersama-sama pemerintah yang berhikmat untuk rakyat,” jelasnya.

Apalagi figur millenial yang didapuk parpol adalah dari kalangan hawa, itu hanya sebagai memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan saja.

Parpol pun sebenarnya tidak serius mengusung kaum perempuan. Buktinya 30% kuota perempuan itu rata-rata tidak menempati posisi nomor urut 1, tapi nomor urut di bawah itu,” tambah Kadarisman. (dilah)

Editor: Abadi