Pendaki Asal Gorontalo Jatuh Cinta Keindahan Gunung Halau-Halau Kalsel

Priyandi Latuba ( katak ) Mapala-sta gorontalo jurusan Pendidikan agama islam IAIN SULTAN AMAI GORONTALO Iswanto H Doda ( mujair ) mapala-sta gorontalo jurusan ilmu hadis IAIN SULTAN AMAI GORONTALO Zulfebriadi Haridji ( HEYNA ) MAPALA Mohuyula jurusan geografi Universitas Muhammadiyah

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Momen perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2023 dirayakan oleh sebagian organisasi pecinta alam dengan kegiatan pendakian. Seperti yang terjadi di Gunung Halau-halau, Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Pendakian di gunung tersebut memberikan pengalaman yang tidak mudah untuk dilupakan bagi tiga pendaki asal Gorontalo.

Mereka adalah Priyandi Latuba, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Iswanto H Doda (Mujair) mahasiswa Ilmu Hadis dari IAIN Sultan Amai Gorontalo yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Sultan Amai (Mapala-STA) dan Zulfebriadi Haridji (Heyna) mahasiswa Jurusan Geografi Universitas Muhammadiyah yang tergabung dalam Mapala Mohuyula.

Ketiganya mengikuti pendakian Nasional Merah Putih 2023 Gunung Halau-halau yang difasilitatori oleh kelompok Mapala Uniska Banjarmasin pada 14 -19 Agustus kemarin.

Pengalaman yang luar biasa tersebut diungkapkan oleh Priyandi Latuba, selaku ketua Umum Mapala STA Gorontalo yang akrab disapa Katak.

Menurutnya, Pendakian di Gunung Halau-halau memberikan kesan tersendiri untuk dirinya dan teman-temanya yang baru pertama kali datang ke Kalsel.

“Pendakian di Gunung Halau-Halau yang ada di Kalsel ini sangat berbeda dengan pendakian yang dilaksanakan di daerah kami (Gorontalo),” ungkap Katak, Rabu (23/8/2023) kepada klikkalsel.com

Di Halau-halau, Katak mengaku sangat terkejut dengan nuansa kental dari adat istiadat Suku Dayak yang ada di desa kaki gunung yang ketinggian 1.901 MDPL tersebut.

Hal tersebut menurutnya berbeda dengan yang ada di daerahnya. Perbedaan itu terlihat dimana masyarakat di kaki gunung tersebut sangat memegang teguh aturan adat istiadat saat adanya aktivitas pendakian.

“Adatnya saya rasa masih kental, larangan selama pendakian pun masih mereka lestarikan dan dijaga terus, kalau di tempat kita jarang sudah yang percaya dengan begituan,” ungkapnya.

Baca Juga : Siswa Kelas 3 SD Ikuti Pendakian Nasional Merah Putih Gunung Halau-Halau 2023, Dandim HST: Luar Biasa!

Baca Juga : Anak-anak Kaki Gunung Halau-Halau Antusias Ikuti Sunatan Massal Pendakian Nasional Merah Putih

Katak juga mengaku terkejut dengan perilaku ramah dan murah senyum dari masyarakat setempat kepada orang yang baru pertama kali datang.

“Rasanya membuat saya betah untuk ada disana,” imbuhnya.

Pengalaman lainya yang tak dilupakan, kata Katak, juga muncul dari jalur pendakian yang begitu banyak menanjak ketimbang landai.

Menurutnya, tanjakan di jalur ke Gunung Halau-halau sangat panjang dan curam bahkan ada sebagian yang begitu membahayakan.

“Apa lagi dari pos 2 ke pos 3, itu besar potensi kalau pendaki yang tidak safety bisa terjatuh,” imbuhnya.

Terlebih, dengan kondisi alam tidak mendukung atau cuaca hujan jalan di jalur pendakian bisa menjadi rawan licin karena tanah merah.

“Untungnya kita lagi musim kemarau jadi jalan tidak terlalu licin,” tuturnya.

Bedanya jalur pegunungan di Gorontalo, kata Katak, ialah medan yang dilalui cenderung landai namun sangat panjang.

Seperti di Gunung Tilongkabila disana itu hanya sedikit tanjakan antaran pos pertama dan kedua serta duri tanaman rotan yang sedikit membahayakan.

“Kemudian pos dua ke tiga sudah banyak landainya dan kemudian pos ke empat tidak terlalu terjal seperti ke puncak Gunung Halau-halau,” jelasnya.

“Disana paling sekitar 100 meter sudah landai. Tapi disini sudah panjang tanjakannya baru turunan dan kemudian dikejutkan lagi dengan tanjakan yang mana lutut kita bisa menyentuh hidung,” sambungnya.

Meskipun begitu, kata Katak, perjuangan atau jerih payah di jalur yang begitu menguras tenaga semuanya akan terbayarkan dengan keindahan saat berada di puncak.

“Keindahan di Puncak Halau-halau saya akui sangat luar biasa, dari atas kita bisa melihat padatnya hutan kalimantan, Saya jujur mendadak jatuh cinta dengan keeksotisannya hutan Kalimantan,” ungkapnya.

Bahkan, katak dan temanya sempat terpikir kalau puncak tidak terbuka lantaran vegetasi di jalur sangat tertutup pepohonan.

Suasana tersebut, baginya tak banyak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dirinya sendiri awalnya masih merasa ragu bisa sampai ke puncak.

“Pokoknya saya takjub dengan pendakian ke Gunung Halau-halau mulai dari jamuan masyarakat suku Dayak, tradisi yang begitu dipegang teguh hingga keindahan alamnya,” ungkapnya.

“Perjalanan panjang saya dari ke Gorontalo ke Kalsel terbayarkan dengan kepuasan dan keindahan alam,” sambungnya.

Pendakian perdana di tanah Kalimantan yang diikutinya ini, bagai Katak tidak mudah dilupakan dan sangat berkesan.

“Jika ada kesempatan saya akan kembali mendaki di Kalsel,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi