Manusia itu Lebih Mulia dari Malaikat atau Hina dari Binatang

Manusia itu Lebih Mulia dari Malaikat atau Hina dari Binatang
Ilustrasi manusia (foto : https://aktual.com/)

Klikkalsel.com – MANUSIA merupakan mahkluk paling mulia diantara makhluk lainnya, hingga dari malaikat sekalipun.

Sebaliknya manusia justru lebih rendah dari binatang, jika memiliki telinga, mata, mulut dan hati, tetapi tidak digunakan untuk mendengar melihat dan membaca hadist dan Al-Quran, serta menggunakan akal dalam mengamalkannya.

Dalam QS Al-a’raf 7 : 179, Allah menjelaskan : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Ustad Abrar Harun dalam tausiah usai sholat subuh berjamaah di Masjid KH Ahmad Dahlan, Jalan S Parman, Banjarmasin menyampaikan, manusia dituntut menggunakan akal. Tanpa itu, seperti menjalani kehidupan di zaman jahiliyah atau kebodohan, contohnya LGBT bermunculan.

Sudah begitu, sebut dia, setiap ada kebejatan moral dan kemusyrikan Allah menurunkan Rasullah. Seperti umat Nabi Musa hingga diturunkannya Muhammad SAW, nabi penutup zaman.

Baca Juga : Allah Menyuruh Berlaku Adil

Baca Juga : Tradisi Mandi-Mandi 7 Bulanan

Sikap ‘buta tuli’ mengedepankan nafsu  dan menghilangkan akal, menjauhkan dari amal kebaikan, penyebab kemungkaran dan keburukan.

Dari Ali bin Abi Thalib RA, Rasulullah mengingatkan 15 perkara, penyebab bencana. Diantaranya, orang-orang hina, rendah, dan bejat moralnya. Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi dan apa yang diatasnya ke dalam bumi (gempa bumi, banjir dan tanah longsor), dan perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk yang lain. (HR. Tirmidzi, 2136)

Peristiwa zaman kebodohan dan hilangnya akal itu pernah terjadi kepada Umar bin Khattab RA. Pernah diceritakannya, kalau dirinya pernah memakan tuhannya yang dibuat dari sendir dari manisan, hingga mengubur anaknya hidup-hidup.
Nabi Muhammad SAW hingga tertawa dan menangis mendengarkan kisah Umar RA tersebut.

Oleh karena itu, Ustad Abrar, berpendapat yang akan membelenggu manusia tentang keyakinan akan adanya Allah adalah, tradisi dan lingkungan. Sehingga membuat manusia jauh dari syarat masuk surga.

Ia juga mengingatkan, di zaman sekarang yang serba mudah terjerumus dosa ini, setiap mukmin selalu dan saling menguatkan satu dengan yang lain, antara yang mampu (kaya) dan tidak mampu (miskin) saling tolong menolong.

Sebab, Rasulullah SAW telah bersabda : “Orang mu’min dengan mu’min yang lain bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan antara mukmin satu dengan mukmin lainnya. HR Bukhari dari Abu Musa RA.

Oleh : H Sukhrowardi
Editor : Farid

Tinggalkan Balasan