Lingkungan RT Rentan Jadi Sasaran Politik Uang

Politik Uang

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Politik uang bukan lagi hal yang tabu di kala pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. Oknum pengurus Rukun Tetangga (RT) bahkan ketuanya rentan dijadikan alat penyalur politik uang untuk mempengaruhi pilihan warga saat mencoblos.

Patut diduga dan diprediksi langkah culas politik uang akan marak terjadi di Pilkada Serentak tahun ini. Suasana pandemi Covid-19 yang berdampak pada himpitan ekonomi di masyarakat akan dimanfaatkan pemain politik uang.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Erna Kasypiah tak menampik jika oknum pengurus RT akan didekati pelaku politik uang untuk memudahkan penyaluran. Kata Erna, pihaknya telah bersurat kepada masing-masing pasangan calon (paslon) kepala daerah, terkait larangan politik uang.

“Kami bersama Bawaslu di kabupaten/kota sudah bersurat ke tim paslon terkait hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam masa kampanye termasuk di dalamnya larangan melakukan politik uang, bahkan di beberapa kabupaten sampai bersurat ke lurah/kepala desa” terangnya kepada Klikkalsel.com.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Erna Kasypiah

Ia menegaskan berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 187 A ayat 1 dan 2 Tentang Pilkada ditegaskan pemberi maupun penerima ‘uang politik’ bisa dijerat pidana berupa hukuman penjara.

Baca Juga ; 804 Dugaan Pelanggaran Pemasangan APK Direkomendasikan ke KPU

Pada Pasal 187A ayat (1), Undang-Undang tentang Pilkada diatur, setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih maka orang tersebut dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.

Pada Pasal 187A ayat (2), diatur ketentuan pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Erna menambahkan, sebagai langkah pengawasan dan pencegahan juga telah melakukan sosialisasi kepada stakeholders di antaranya tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, MUI, mahasiswa, organisasi perempuan.

“Untuk berpartisipasi dalam melakukan pengawasan Pilkada, terutama di tahapan kampanye, pungut hitung dan rekapitulasi, agar pelanggaran bisa ditekan seminimal mungkin,” pungkasnya. (rizqon)

Tinggalkan Balasan