KPAK Menduga Pelepasan Aset Balangan Terindikasi Korupsi

Juru bicara KPAK Rizal Lesmana saat diwawancarai wartawan usai menyerahkan berkas pelepasan aset Balangan. (istimewa)

BANJARMASIN, klikkalsel – Koalisi Penggiat Anti Korupsi (KPAK) melapor ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) atas pelepasan sejumlah aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Balangan kepada PT Adaro Indonesia.

Kedatangan KPAK itu juga menyerahkan berkas laporan ke Kasipenkum Kejati Kalsel, dengan melampirkan susunan tim Satgas Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum pada 2017 dan 2018.

Sebab, KPAK menduga ada indikasi korupsi yang memicu kerugian keuangan negara senilai Rp28.036.788.000 dari nilai aset Rp46.846.511.000.

Juru bicara KPAK Rizal Lesmana menyatakan terus memantau dugaan penjualan aset antara Pemkab Balangan dan Adaro Indonesia dan meminta Kejati Kalsel mengusut dugaan korupsi itu.

Menurutnya, upaya pelaporan dugaan pelepasan asset itu berdasarkan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi dan Inpres Nomor 04 Tahun 2000 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Substansi laporan perihal pelepasan aset tanah, bangunan, jembatan, dan bagunan irigasi. Diperkuat dengan menyertakan kesaksian 14 orang dari berbagai pihak, seperti camat dan kepala desa.

Rizal mendesak Kejati Kalsel lekas mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang di Pemkab Balangan.

Diketahui, kisruh pemanfaatan aset daerah ini muncul sejak 2010. Adaro Indonesia menguasai dan menggarap aset Pemkab Balangan di Desa 9, Desa 10 dan Desa Lamida. Penguasaan fisik dan penggarapan aset milik daerah oleh PT Adaro Indonesia terus dilakukan ke desa lainnya.

Data yang dihimpun KPAK objek laporan aset tanah dan bangunan Puskesdes 8 seluas 90 m2 dengan nilai Rp107.321.000 tanah dan bangunan puskesmas pembantu (Pustu) Desa 8 seluas 750 m dengan nilai Rp201.339.000. Kemudian ada bangunan Puskesdes 10 senilai Rp62.944.000, dan bangunan Pustu Desa 10 senilai Rp114.915.000.

Kemudian ada tanah dan bangunan SDN Sirap 3 seluas 10.000 m2 dengan nilai Rp1.854.241.000, bagunan SDN Lamida senilai Rp862.945.000, bangunan SDN Bata seluas dengan nilai Rp395.740.000.

Sementara aset yang belum disetujui untuk dilepas berupa jalan di Mungkur Uyam Desa 7 seluas/sepanjang 5.390m2/1.540 m dengan nilai Rp1.353.927.000; Mihu – Pir Desa 2 seluas/sepanjang 18.300 m2/6.100 m dengan nilai Rp4.553.511.000, dan Dahai – Mihu seluas/sepanjang 140.493 m2/19.565 m dengan nilai Rp 20.991.501.000.

Selain itu, Lamida Atas Babayau seluas/sepanjang 13.350 m2/4.450 m senilai Rp3.321.824.000, dan JUT Desa Babayau seluas/sepanjang 4.600 m2/2.300 metet dengan nilai Rp 412.352.000. Temuan lain ihwal peroyek jembatan di Jembatan Gantung Kayu Buntu Karau 1 unit dengan nilai Rp169.282.000.

Ia melampirkan SK Bupati Balangan No.188.45/108/Kum tahun 2017; SK Bupati Balangan No. 188.45/750/Kum Tahun 2017; SK Bupati Balangan No. 188.45/142/Kum Tahun 2018. Berita Acara Verifikasi Lapangan No. 2300/AI-ERD/V/2015 tanggal 25 Mei 2015. Surat PT. Adaro Indonesia No. 5956/AI-ERD/XII/2015 tanggal 16 Desember 2015.

Menurut Rizal, Adaro Indonesia menggarap secara fisik tanah yang bersengketa itu meski tanpa persetujuan DPRD Balangan. (*)

Tinggalkan Balasan