Kebijakan Mendikbud Terkait Jurnal Internasional dan “Merdeka Belajar” kembali Dipertanyakan

BANJARMASIN, klikkalsel.com– Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim kembali mendapat kritikan. Kali ini datang Wakil Rektor l Universitas Islam Kalimantan (Uniska), DR Jarkawi.

Kritikan bahkan adanya bentuk penolakan itu mengenai setiap dosen wajib menerbitkan jurnal internasional untuk kenaikan jabatan fungsional. Karena memberatkan dosen dalam jenjang karirnya yang disyaratkan.

“Tidaklah mudah membuat karya jurnal internasional itu. Selain biaya mahal juga sangat memakan waktu. Berdasar pengalaman saya itu bisa sampai 2 tahun. Nah kalau lama begitu kan jadi menghambat karir dosen,” katanya saat ditemui di ruangan kerjanya, Selasa (11/2/2020).

Menurutnnya, masih banyak alternatif indeks jurnal lainnya tidak mesti indeks Scopus yang berporos pada jurnal internasional. “Dari beberapa jurnal internasional yang saya buat sudah memakan biaya yang cukup besar, sebab penelitian yang dilakukan dengan operasional tim,” ucapnnya.

Sementara hal yang sama pula dikatakan Prof. Uhaib, mengomentari indeks Skopus yang disyaratkan bukan hanya persoalan prosesnya. Namun kata dia, pembuatan jurnal standar internasional biayanya mulai puluhan juta hingga ratusan juta. “Ini kebijakan yang bisa merugikan sejumlah dosen dan proses karirnya,” katannya.

Dikatakannya pula jurnal internasional penelitian yang diusung juga tidak asal jurnal. Sejumlah konsep dan perhitungan yang matang perlu dipahami dan dipikirkan. Sehingga bisa menyentuh pandangan dunia dalam karya bidang sains, teknik, kedokteran dan ilmu sosial.

Selain kebijakan soal jurnal internasional, peraturan “Program Merdeka” juga menuai pro dan kontra. Ada empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut, meliputi USBN, UN, RPP, dan Peraturan PPDB Zonasi.

Empat program pokok kebijakan pendidikan ke depan yang fokus pada arahan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kebijakan tersebut tak selalu diterima sebagaimana keinginan Mendikbud.

Dr Ali Rachman Ketua Jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM mengatakan, konsep tersebut memang membuat guru fokus mengembangkan potensi pada siswa dan terhindar dari bebagai tekanan. Mulai dari tekanan administrasi, penguasaan bahan ajar yang terlalu banyak, dan tekanan kebijakan lainnya. “Konsep tersebut bisa memunculkan potensi guru yang memang berbakat dalam mengajar,” katannya. Selasa (11/2/2020)

Namun kata dia, hal tersebut juga menuai berbagai pertannya misalnnya pemahaman konsep “Merdeka Belajar” seperti apa, dan juga pemahaman gurunya tentang “Merdeka Belajar” tersebut.

Misal instrumen “Merdeka Belajar” tersebut menghapus UN kemudian tahun berikutnya menggunakan asesmen, seperti apa dulu yang diguinakan, dan alat ukur terhadap siswanya sepertia apa dan karakter seperti apa pula yang diberlakukan.

“Dalam menentukan asesmen tersebut, perlu kajian sebab Indonesia merukan multi budaya dimana karakter yang berbeda beda,” ucapnnya .

Dikatakannya pula perubahan pendidikan khususnya di zaman milenial tersebut sifatnnya terbuka dan inovatif.(azka)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan