Kaya Potensi, Destinasi Wisata HST Harus Lebih Serius Dikembangkan

Objek Wisata Pagat Batu Benawa HST yang dulunya ramai sekarang sudah sepi dan melakukan pembenahan. (foto : dayat/klikkalsel.com)

BARABAI, klikkalsel.com – Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang merupakan bagian dari rentetan Pegunungan Meratus, memiliki kekayaan alam dan potensi wisata yang sangat besar untuk dikembangkan, dalam bentuk yang menghasilkan dengan tetap menjaganya tanpa harus merusak.

Akan tetapi, kekayaan potensi tersebut saat ini dipandang masih jauh dari maksimal. Padahal, potensi tersebut dapat mendorong pendapatan bagi Pemerintah maupun masyarakatnya, apabila dikembangkan sesuai dengan porosnya dan tentunya sangat diperlukan keseriusan dalam mengelolanya.

Menurut Alisahbana warga Desa Bulayak, Kecamatan Hantakan yang juga berada di kawasan Pegunungan Meratus Hantakan Jum’at (31/12/2021), pembinaan dan pengembangan destinasi pariwisata sejak dulu kebijakannya terlalu kaku.

Padahal, potensi pada sektor wisata di wilayah HST sangat menjanjikan. Sumber daya alamnya mendukung, karena di beberapa wilayah, banyak lokasi yang menarik untuk dikembangkan menjadi lokasi obyek wisata.

Sayangnya, Pemda terkesan hanya dapat mengembangkan sarana dan prasarana obyek wisata jika sudah menjadi aset Pemda. Padahal kebijakan seperti ini salah besar,” tambah Bana yang juga sebagai Ketua Asosiasi BPD Se Kecamatan Hantakan.

Bana menyoroti, salah satu contoh yang menurutnya sebuah kesalahan, yaitu pembebasan lokasi obyek wisata Pagat, Batu Benawa.

Menurutnya, masyarakat setempat sudah tidak terlibat, sehingga minat warga untuk turut mempromosikan sudah sirna. Lebih lagi, berbagai upaya dan juga banyaknya biaya yang sudah dikucurkan ke lokasi tersebut, namun tetap saja sepi pengunjung.

Kemudian, ia membandingkan sebelum diambil alih Pemda HST, lokasi wisata tersebut selalu ramai dikunjungi.

Dijelaskan, di Kabupaten HST sebelumnya ada 3 lokasi obyek wisata yang menjadi andalan, yakni Wisata Batu Benawa, Wisata Lu’uk Laga dan Wisata Sumber Air Panas. Namun, karena target pemerintah hanya fokus mengejar target PAD, akhirnya ketiga lokasi obyek wisata ini mati suri.

“Hanya retribusi yang dikejar, sementara kondisi lokasinya tidak diperhatikan,” timpalnya.

Kemudian, Bana membandingkan dengan di daerah Jawa yang pembinaan dan pengembangan obyek wisata tidak mesti lokasinya milik pemerintah. Karena pada prinsipnya, tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah, bukan hanya masalah meningkatkan PAD. Akan tetapi, mampu mensejahterakan warganya melalui ekonomi kerakyatan juga merupakan keberhasilan.

Terlebih lagi, sektor pariwisata memiliki kekuatan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, karena memiliki dampak multi efek. Banyak para pelaku UMKM yang akan terlibat dan turut menikmati hasilnya.

“Di sekitar lokasi obyek wisata akan tumbuh berbagai usaha masyarakat, yaitu hasil kerajinan tangan, jajanan, hasil perkebunan dan pertanian dapat dijual dengan harga yang pantas. Sementara di sekitar lintas wisata, usaha rumah makan, sentral oleh-oleh, perhotelan akan semakin meningkat,” bebernya.

Di samping itu, ia menyarankan agar melakukan studi banding ke Obyek Wisata Ciater di Bandung yang memiliki lahan kurang lebih 6 Ha, lahannya 100 persen masih milik warga bukan Pemerintah Daerah. Di sana, PAD yang masuk ke kas daerah bukan hanya dari pungutan retribusi diloket utama sebesar Rp15 ribu/orang, namun juga dari pajak-pajak lain dari pelaku UMKM yang ada di sana.

Sementara para pemilik lahan, masing-masing mengelola wahana yang dibangun diatas tanahnya, melalui kerjasama dengan pihak bank.

Selain itu, jika pemerintah jeli dan peduli terhadap #SaveMeratus, pengembangan sektor pariwisata ini lah salah satu solusinya, yaitu memanfaatkan sumberdaya alam tanpa harus merusak kelestariannya.

“Saran penting dari saya, untuk melakukan terobosan baru, rubah kebijakan yang ada. Insya Allah, HST akan menjadi Bandung kedua. Geliat ekonomi meningkat, alam tetap lestari. Ingat! Penyumbang terbesar devisa dunia di posisi rangking ke 4 adalah sektor pariwisata,” imbuhnya.

Sementara itu, PJ Sekretaris Daerah HST yang juga menjabat Kepala Disporapar HST Muhammad Yani menuturkan, masih melakukan pembenahan dari berbagai lini dan menyaring tenaga yang kompeten untuk melancarkan sektor pariwisata kedepan.

Dijelaskan, pada 2022 mendatang, pemerintah akan melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan-pelatihan yang akan diisi orang yang bergelut pada sektor pariwisata dan memang memiliki pengalaman terhadap pengembangan tersebut.

Lebih lanjut, Dinas Pariwisata, Pihak Kecamatan, dan Ketua APAM HST sebelumnya juga sudah melakukan studi banding ke Obyek Wisata di Sukabumi yang kualitasnya memang diakui para wisatawan dari berbagai penjuru.

“Usai studi banding tersebut, paradigma pola pengembangan wisata berubah. Bahkan, Datu Manggasang sebagai salah satu pengelola wisata yang diutus sudah melakukan inovasi-inovasi secara bertahap,” tambahnya.

Muhammad Yani juga sependapat terkait paradigma tidak melulu hanya berfokus pada peningkatan PAD. Maka dari itu, pihaknya akan gencar melakukan peningkatan SDM guna terobosan pengelolaan wisata yang juga dapat diikuti berkembangnya UMKM dan berbagai sektor disekelilingnya.

“Kita saat ini memang melakukan pembenahan. Bahkan, Objek Wisata Pagat kita tutup selama satu bulan, disterilkan termasuk lapangan tenis guna membenahi manajemennya dan menyiapkan inovasi-inovasi kedepan,” tambahnya.

Selain itu, Yani pun mengajak bagi para pelaku wisata untuk sama-sama berjalan dan berkembang melalui wadah Asosiasi Pariwisata Alam Murakata (APAM) agar kedepannya bisa lebih terarah ketika terkumpul dalam satu wadah.

“Nanti akan ada fasilitator untuk pengelolaan wisata melalui APAM agar mudah terakomodir, walaupun tidak melulu hanya lewati situ. Kita juga akan menggeser pandangan terkait fokus PAD itu, bahwa multi efek yang kita harap, dengan kesiapan infrastruktur dan pengembangan SDM agar inovasi-inovasi lebih berkembang,” tuturnya. (dayat)

Editor : Akhmad