Kasus KDRT Berakhir Damai, Kejari HST Terapkan Restorative Justice

Suasana haru mewarnai kembali damainya keluarga kasus KDRT Tabudarat Hilir yang mendapatkan Restorative Justice dari Kejari HST. (foto : dayat/klikkalsel.com)

BARABAI, klikkalsel.com – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebelumnya terjadi pada 14 Desember 2021 antara sepasang suami istri di Desa Tabudarat Hilir, Kecamatan Labuan Amas Selatan (LAS), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) berujung masuk ke jalur hukum.

Seiring berjalannnya proses hukum dan berbagai macam pertimbangan, serta perubahan perilaku tersangka dan korban yang memutuskan untuk berdamai. Maka Kejaksaan Negeri (Kerjari) HST memutuskan memberikan keadilan restoratif (Restorative Justice) bagi pelaku tersebut.

Kejaksaan Negeri HST pada Kamis (27/1/2022) melakukan audiensi bersama dengan Sahiati yang merupakan korban, bersama Babinsa Tabudarat Hilir, tokoh masyarakat, dan sejumlah awak media di Aula Kejari HST.

Dalam kesempatan itu, Sahiati secara langsung menyampaikan permintaannya agar suaminya untuk segera dilepaskan, mengingat tersangka Hariyanto adalah tulang punggung keluarga.

Sebab, ia saat ini hanya ibu rumah tangga dengan tiga anak yang masih sangat kecil dan pastinya memerlukan biaya, untuk kehidupan sehari-hari maupun sekolah masa depan anaknya.

Proses mediasi itu pun berujung haru dengan disertai tangis korban beserta anak-anaknya dan menyatakan masih memiliki rasa cinta terhadap suaminya itu.

“Maunya saya untuk segera dibebaskan. Karena saya masih cinta dan sudah memaafkannya,” ucapnya.

Kemudian, Kepala Kejari HST Trimo pun melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restorati dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sebagai perwujudan kepastian hukum.

Hal tersebut dilakukan berdasarkan petunjuk dan persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk melaksanakan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Perkara Tindak Pidana Hariyanto yang disangka melanggar Primair Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Subsidair Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan,” tambahnya.

Sebelum diberikan SKP2, tersangka dengan korban telah didamaikan oleh Kepala Kejari HST, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan itu berdasarkan pertimbangan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana/belum pernah dihukum, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun, dan tersangka merupakan tulang punggung keluarga.

Baca Juga : Demo Mahasiswa Minta Keadilan Korban Pemerkosaan Oknum Polisi, Sabana: Jika Pelaku Tak PTDH, Saya Mundur Jadi Kapolresta

Pertimbangan lainnya juga, telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada 19 Januari 2022, dan masyarakat merespon positif.

“Keputusan Keadilan Restoratif ini merupakan solusi terbaik yang diberikan kepada mereka dengan berdasarkan berbagai pertimbangan. Selain itu juga, yang bersangkutan sudah berdamai dan berjanji akan memperbaiki kesalahannya kedepan,” ungkapnya.

Diketahui, kasus tersebut berawal pada Selasa, 14 Desember 2021 sekira pukul 13:00 Wita. Kala itu Hariyanto telah melakukan penganiayaan terhadap istrinya Sahriati dengan cara memukul korban pada bagian muka sebelah kanan sebanyak dua kali di depan rumahnya Desa Tabudarat Hilir.

Pemukulan itu mengakibatkan korban terjatuh dan tersangka kembali membenturkan kepala istrinya ke tanah. Sehingga mengakibatkan kepala korban mengalami luka robek dan berdarah serta mengakibatkan korban pingsan.

Selanjutnya, korban baru sadar setelah dibawa ke Puskesmas Pantai Hambawang oleh keluarga Korban.

Ihwal tersangka melakukan penganiyaan itu, karena emosi mendengar anaknya dimarahi oleh istrinya karena merengek minta dibelikan alat pancing kepada istrinya.

Sehingga pada saat tersangka menegur menimbulkan cekcok mulut dan mengatakan tidak sanggup lagi berumah tangga dengan suaminya yang disebut pemarah.

Setelah itu, korban menyuruh tersangka untuk pergi dari rumah, akan tetapi tersangka juga menyuruh korban yang sebaliknya. Karena, merasa rumah tersebut milik tersangka sehingga mengakibatkan insiden pemukulan itu.

Kini, tersangka dan korban sudah berdamai dan berkumpul kembali usai mediasi yang berlangsung di Kejari HST tadi dengan diwarnai isak tangis keluarga dan sujud syukur sang suami, serta berkomitmen akan rukun kembali dan sama-sama memperbaiki diri.

Atas usaha Restorative Justice itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sangat mengapresiasi Kepala Kejari HST beserta jajarannya berusaha keras menjadi fasilitator dalam proses penyelesaian perkara yang berhubungan dengan permasalahan keluarga.

“Hubungan kekerabatan harus dijaga karena hukum pidana itu ultimum remedium (upaya terakhir) dimana pentingnya membangun mindset Jaksa yang mengeser mindset legalistic formil ke restorative justice supaya hubungan keluarga tidak pecah,” tuturnya. (dayat)

Editor : Akhmad