Internet Down! Kesaksian Bupati HSU non aktif dan Plt Kadis PUPRP HSU Dalam Perkara Korupsi Ditunda

Saksi Muhammad Mujid Rianto memgambil sumpah saat hendak memberkan kesaksiannya perkara dugaan korupsi proyek rehabilitasi irigasi HSU di Pengadilan Tipikor Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek rehabilitasi irigasi Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), di Pengadilan Tipikor Banjarmasin dengan agenda keterangan Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid dan Plt Kepala Dinas (Kadis) PUPRP HSU, Maliki sebagai saksi ditunda, Rabu (5/1/2021).

Penundaan tersebut lantaran tidak maksimalnya koneksi jaringan internet saat Abdul Wahid dan Maliki mengikuti persidangan secara virtual (zoom meeting) dari tahanan KPK di Jakarta.

Padahal, Abdul Wahid dan Maliki merupakan saksi terakhir dalam perkara dugaan korupsi tersebut atas kedua terdakwa Fachriadi selaku Direktur Cv Kalpataru dan Marhaini Direktur CV Hana Mas yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Banjarmasin.

Baca juga: OTT KPK di Hulu Sungai Utara Terkait Fee 15 Persen Proyek Rp 1,9 Miliar

Baca juga: Buntut OTT HSU, Kejati Kalsel Periksa Pegawainya

Meskipun ditunda, Maliki sempat memberikan keterangan kepada majelis hakim Tipikor Banjarmasin.

Dalam keteranganya, Maliki menjelaskan kronologis proses ia bisa menjabat sebagai Plt PUPRP HSU dan mengaku bahwa untuk menjabat itu, sebelumnya ia sudah menghadap ke Bupati dan menawarkan membayar Rp 500 juta.

“Untuk menjabat Plt, pada Desember 2018 saya menghadap Bupati HSU dan mengatakan jika menjabat saya bersedia menyerahkan uang Rp 500 juta,” akunya.

Rupaya usulan yang ditawarkan Maliki menjadi pertimbangan oleh Bupati dijabat Abdul Wahid saat itu dan terbukti tidak lama itu Maliki mengaku kembali dipanggil Bupati untuk menghadap.

Saat menghadap, kata Maliki, Bupati HSU menanyakan apakah uang yang kemarin itu ada atau tidak.

“Saya jawab ada, dan Bupati minta bawa kesini saya perlu ujarnya,” terang Maliki.

“Kemudian ajudan Bupati Abdul Latif menenami saya mengambilnya dan menyerahkan Rp 250 juta terlebih dahulu,” sambungnya.

Saksi Bupati non-aktif Abdup Wahid fan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki mengikuti persidangan secara virtyal dari Tahanan KPK Jakarta

Setelah diserahkan semua, pada Januari kata Maliki, Surat Keputusan (SK) atas namanya menjabat Plt PUPRP ke luar.

“Saya mengganti posisi pejabat sebelumnya, dan sampai ditangkap KPK masih menjabat Plt,” tuturnya.

Lebih lanjut, Maliki yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala bidang (Kabid) Sumberdaya Air, ternyata terungkap juga menjabat sebagai pengguna anggaran yang ditunjuk langsung oleh Bupati HSU.

Ditambah dalam persidangan, Maliki juga mengaku telah merangkap jabatan lain tanpa diketahui Bupati.

Kemudian saat ditanya terkait, soal fee dari pemenang lelang sekitar 10 sampai 15 persen, Maliki menyebutnya hanya sebagai ucapan terima kasih dan hal tersebut sudah bukan rahasia umum lagi.

“Itu ucapan terima kasih dan semua orang kayaknya sudah tahu soal itu. Bupati 10 persen saya 5 persen dan itu sudah kesepakatan bersama Bupati sebelum lelang,” jawanya dengan santai.

Selanjutnya, saat memasuki pembahasan tentang penunjukan proyek, koneksi internet mengalami gangguan dan terpaksa keterangan saksi tersebut ditunda.

Meskipun keterangan saksi Abdul Wahid dan Maliki ditunda, majelis hakim Tipikor Banjarmasin yang dipimpin Jamser Simanjuntak, tetap melanjutkan persidangan tersebut, dengan keterangan satu orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantas Korupsi (JPU KPK).

Saksi tersebut adalah Muhammad Mujib Rianto, seorang pekerja lepas untuk mengurus administrasi Proyek di PUPRP HSU yang jasanya digunakan kedua terdakwa Fachriadi dan Marhaini.

Muhammad Mujib Rianto, dalam keteranganya mengaku hanya bertugas mengurus administrasi atau melengkapi berkas konstruksi yang diminta kedua terdakwa untuk diantar ke PUPRP HSU.

“Sebagai administrasi berkas,” katanya dalam persidangan itu.

Lebih lanjut, Muhammad Mujib Rianto juga sebagai orang yang mengantarkan uang ke Maliki dari Fachriadi dan Marhaini.

“Sebelumnya saya di telpon Maliki untuk menghubungi Fachriadi dan Marhaini tentang uang, lalu saya diminta tolong keduanya untuk mengantar uang ke Maliki di kediamannya,” jelasnya.

Kemudian, Muhammad Mujib Rianto yang sejak 2020 melakoni jasa administrasi itu mengaku tentang fee tersebut memang ada dalam pekerjaan, namun ia tidak tahu persenannya.

“Saya tidak tahu persenannya,” imbuhnya.

Singkat cerita, atas keterangan saksi Muhammad Mujib Rianto Kedua terakawa diminta memberikan tanggapan oleh majelis hakim atas keterangan yang diberikan sanksi.

Setelah itu, majelis hakim kembali menunda persidangan tersebut untuk dilanjutkan lagi pada Rabu (12/1/2021) dengan agenda keterangan Saksi Abdul Wahid, Maliki dan Kedua Terdakwa bersaksi satu sama lain.

Ditemui seusai sidang, JPU KPK Tito Jaelani mengatakan, dengan adanya kendala teknis yang terjadi ini harus bisa saling memaklumi, terutama dengan koneksi internet.

“Jadi rencananya minggu depan akan dihadirkan kembali terkait saksi Maliki dan Abdul Wahid sekaligus pemeriksaan terdakwa untuk menjadi saksi satu sama lain,” ujarnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa belum bisa memberikan komentar lantaran belum ada kesaksian dan keterangan dari kliennya tersebut.

Diketahui, dalam perkara ini Tim JPU KPK mendakwa kedua terdakwa dengan pasal yang sama.

Pada dakwaan pertama, Fachriadi dan Marhaini didakwa telah melakukan tindak pidana seperti yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan dakwaan alternatif, Jaksa mendakwa keduanya melakukan pidana seperti yang dimaksud dalam Pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK disebut, kedua terdakwa mengalirkan uang berjumlah ratusan juta rupiah untuk Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid melalui perantara Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki dan Mujib Rianto.

Uang tersebut dikatakan merupakan bagian dari fee sebesar 15 persen dari angka realisasi anggaran proyek rehabilitasi irigasi yang diberikan sebagai balas jasa karena badan usaha milik masing-masing terdakwa dimenangkan dalam lelang proyek tersebut. (airlangga)

Editor : Amran