Bripka BT Resmi di PTDH, Apa itu PTDH dan Sidang Etik Polri?

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Polresta Banjarmasin menggelar Upacara Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Bripka BT yang melakukan pemerkosaan terhadap mahasiswi magang.

Ia resmi dipecat setelah dijatuhi PTDH pada sidang etik pada tanggal 2 Desember 2021 silam. Akan tetapi, sidang etik bagi sebagian orang masih terdengar asing. Lantas, apa itu sidang etik Polri atau Kode Etik Profesi Polri (KEPP)?

Sidang KEPP ini berfungsi untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh anggota Polri. Sementara itu, yang bertugas memeriksa dan memutuskan perkara dalam persidangan pelanggaran KEPP adalah Komisi Kode Etik Polri atau yang disingkat KKEP.

Sanksi dari pelanggar KEPP ada dua jenis, yaitu mutasi yang bersifat demosi dan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Demosi adalah pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindah tugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah berbeda yang bersifat hukuman.

Hukuman yang kedua adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Definisi PTDH adalah pengakhiran masa dinas kepolisian oleh pejabat berwenang terhadap seorang anggota Polri karena telah terbukti melakukan Pelanggaran KEPP.

Kode Etik Profesi Polri (KEPP) diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Baca Juga : Bripka BT Resmi Dipecat, Ia Minta Maaf Coreng Nama Polri

Pada Pasal 21 ayat 3 dalam peraturan yang sama, jenis-jenis pelanggaran KEPP yang dapat mengakibatkan anggota diberikan surat rekomendasi PTDH sudah dijabarkan, yaitu:

a. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.

b. Diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri.

c. Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia.

d. Melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan dan/atau KEPP

e. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut.

f. Melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian, antara lain berupa:

1. Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota Polri, penggunaan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian.

2. Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan di dalam atau di luar dinas.

3. Kelakuan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin.

g. Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya.

h. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai politik dan setelah diperingatkan/ditegur masih tetap mempertahankan statusnya itu.

i. Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.

Baca Juga : Sambangi Korban Pemerkosaan Mantan Anggotanya, Kapolresta Banjarmasin: Minta Maaf Dan Silaturahmi

Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Sabana Atmojo Martosumito sebagai Ankum atau atasan langsung Bripka BT saat dimintai tanggapannya tentang sidang etik yang dijalani oleh mantan anggotanya tersebut menyebutkan semua telah berjalan sesuai prosedur.

“Sidang etik yang menjatuhkan PTDH kepada BT sebagai salah satu bentuk ketegasan Polri terhadap anggota yang melanggar dan juga implementasi program Bapak Kapolri yaitu menjadi Polri yang Presisi dalam hal transparansi berkeadilan,” ujarnya.

“Meski sebelumnya BT minta banding dan tidak menerima sanksi yang di terimanya. Keputusan akhirnya tetap sama yaitu tetap menjatuhkan sanksi PTDH terhadap yang bersangkutan,” lanjutnya.

Ia pun menjelaskan, meski telah di sanksi PTDH dalam sidang etik, BT tidak begitu saja lepas dari peradilan umum. BT ujarnya juga harus menerima hukuman penjara sebagai konsekuensi tindakan yang dilakukannya. Hal itu sebagaimana putusan pengadilan negeri Banjarmasin yang menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan kepada BT. (David)

Editor: Abadi