Aruh Sastra Telan Anggaran APBD Rp 1 Miliar, Penggiat Sastra: Kalau Konsepnya “Beramian” Itu Pemborosan

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Pagelaran Aruh Sastra Kalsel (ASKS) XX yang rencananya akan digelar pada tanggal 27 hingga 29 Oktober 2023 mendatang dinilai dengan biaya terbesar.

Bagaimana tidak, Pemko Banjarmasin melalui Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Banjarmasin menggelontorkan APBD sebesar Rp 1 miliar lebih untuk pelaksanaan ASKS ini.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Kebudayaan Disbudporapar Banjarmasin, Zulfaisal, saat jumpa pers beberapa waktu lalu.

“Anggarannya itu satu koma sekian. Mengapa anggarannya itu mencapai Rp 1 miliar lebih, karena kita menginapkan seratus lebih peserta dari 12 kabupaten/kota,” sambungnya.

“Selain membayar penginapan kita juga membayar narasumber, mencetak buku dan melayani kepentingan sastrawan. Jadi kalau boleh saya bilang ini aruh sastra dengan biaya terbesar,” lanjutnya.

Kendati demikian, banyak pihak yang berasumsi pagelaran ASKS XX tersebut terlalu membuang-buang anggaran atau pemborosan.

Disampaikan Sri Naida, yang seorang penulis Novel Trilogi Augustan, Balaki Dua dan Nansarunai yang juga Direktur Komunitas Ambin Batang Sastra-Bio Banjarmasin, Kalsel, bahwa anggaran Rp 1 miliar itu terlalu berlebihan.

“1 Milyar kalau konsepnya hanya Baramian, maka pemborosan, tapi untuk menghasilkan maestro di bidang Sastra Kalsel sebenarnya masih kurang,” terangnya.

Baca Juga : Pemko Banjarmasin Dinilai Hanya Fokus Pada Kegiatan Seremonial dengan Anggaran yang Wah

Baca Juga : Dua Rumah di Gang Famili Belitung Hangus Terbakar saat Hujan Deras Disertai Angin Kencang

Menurutnya sebagai kota paling tua di Kalimantan, bahkan tidak hanya Kalsel, harusnya kiblat sastra itu ada di Banjarmasin.

“Ketika giliran aruh sastra setiap 13 tahun sekali, harusnya adalah puncak kulminasi sastrawan berkumpul di Banjarmasin. Waktunya juga setidaknya 15 hari, atau 2 minggu,” ungkapnya.

“Saya berharap anggran tidak dihabiskan untuk akomodasi dan dekor saja, tapi lebih banyak penghargaan kepada Sastrawan. Gunakan rumah adat untuk tempat pertemuan, ada shuttle bus untuk antar lokasi, dan seluruh UMKM usahawaan juga terlibat, di lokasi masing,” lanjutnya.

Selain itu ia juga menegaskan bahwa hal yang paling penting dari kegiatan aruh tersebut adalah produk sastranya.

“Paling penting produk sastranya juga harus diperbanyak,” ucapnya.

Tak hanya itu, Sri Naida juga menerangkan bahwa harus ada beberapa komitmen yang dibangun, pertama para sastrawan yang sudah memiliki produk, dilibatkan mengajar di sekolah tentang sastra lokal, nasional dan asing.

Kedua manfaat sastra itu membangun imajinasi dan kritik membangun, sehingga jadi cara setiap individu berekspresi terhadap imajinasi penciptaan teknologi, menjaga alam, menguatkan rasa kemanusian dan keluarga, revitalisasi adat istiadat dan lain-lain.

“Produk Sastra harus dihargai, dengan cara membeli, sehingga ada keseriusan membaca,” jelasnya.

“1 miliar apabila hanya untuk bersenang-senang itu pemborosan, tapi untuk mengukir prestasi satrawan Kalsel itu relatif. Semoga karyanya jadi referensi tingkat nasional dan mendunia,” pungkasnya.(fachrul)

Editor : Amran