Warga Desa Mangga Jaya Kecewa dengan Hasil Putusan Sengketa Tapal Batas HST dan Kotabaru

BARABAI, klikkalsel.com – Sengketa tapal batas Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan Kabupaten Kotabaru sudah diputuskan pada Kamis (17/6/2021). Kendati putusan tersebut ditengahi oleh, PJ Gubernur Kalsel Syafrizal ZA dengan diberikan kesepakatan 11 Hektare masuk ke Wilayah HST dan 23 Hektare masuk Kotabaru.

Akan tetapi dari hasil keputusan tersebut, masyarakat yang berada di daerah wilayah perbatasan masih kecewa, karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

Rusli Warga Desa Mangga Jaya, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT) HST Jumat (9/7/2021) kepada media ini menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan yang diambil Pj Gubernur Kalsel tersebut.

Menurutnya, putusan tersebut timpang dan tidak sesuai dengan apa yang sudah ditinjau bersama pada 14 tahun lalu.

Ia mengaku, pada tahun 2007 pernah memandu menunjukkan kepada tim tapal batas perihal titik-titik batas antara dua kabupaten tersebut.

Bahkan kata dia, menunjukkan sesuai dengan kondisi alam yang ada diwilayah tersebut seperti sungai, batas gunung, dan titik potensi lain yang merupakan daerah bagian dari Pegunungan Meratus.

“Waktu turun awal melibatkan masyarakat setempat, sedangkan yang di Kotabaru orang-orang yang disewa dan tidak tau tempat lokasi wilayah tersebut,” kata Rusli.

Hingga tahun 2021 ini baru diambil keputusan dengan pembagian yang sangat timpang, yang paling mengecewakan, putusan itu tidak ada melibatkan masyarakat yang tinggal di daerah batas tersebut.

“Selama 14 tahun berjalan tidak ada negosiasi dan keputusan yang diambil sangat berbeda dengan peninjauan 2007 yang lalu. Kehidupan kami terancam,” tambah Rusli.

Selaon itu kata dia, seolah-olah yang diputuskan ini tidak ada kehidupan disana. Padahal, di daerah perbatasan tersebut ada beberapa desa yang hidup mengelola hutan dan segala jenis sumber daya alam yang ada disana agar tetap lestari, Seperti Desa Mangga Jaya, Pasupitan, Aing Bantai dan lain-lain.

Kemudian, atas kekecewaan tersebut Rusli bersama Penasehat Adat dan beberapa warga desa tempatnya didampingi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) HST, Rabu (7/7/2021) mendatangi kantor Bupati HST untuk menyampaikan kekecewaannya.

“Pada saat itu kami hanya dapat bertemu dengan Kabag Pemerintahan yang ada dilokasi. Sehingga, pesan kami tidak bisa langsung sampai kepada Bupati,” ujarnya.

Sementara itu, Rubi Ketua AMAN HST menuturkan secara organisasi melakukan pendampingan kepada masyarakat menyampaikan kekecewaan tersebut. Karena, ini bagian dari mandat kita kepada masyarakat adat.

Rubi juga menyayangkan putusan yang diambil PJ Gubernur itu terkesan sepihak, sehingga terjadi polemik di masyarakat kita, karena tidak melibatkan masyarakat setempat.

“Yang disesalkan perjuangan ini panjang, beberapa Bupati HST berlalu tidak pernah penyerahan batas. Kami tetap akan berupaya mendampingi masyarakat bersama lembaga adat sampai permasalahan ini selesai,” ungkap Rubi.

Kemudian, Junaidi selaku Penasehat Adat turut mengunkapkan keberatan dengan keputusan yang diambil Pj Gubernur yang hanya diambil diatas meja.

Bahkan, Ia bersama Masyarakat Adat sudah melayangkan surat keberatan dengan difasilitasi AMAN HST ke Kementian Dalam Negeri yang ada di Jakarta.

“Kami bersama masyarakat sudah melayangkan surat ke Kemendagri perihal permintaan keberatan atas pembagian wilayah tersebut. Saat ini mungkin sudah diterima disana,” tutup Junaidi.(dayat)

Editor : Amran