Wahid Divonis Hakim 8 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta, Lebih Rendah Dari Tuntutan Jaksa

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin Yusriansyah membacakan putusanya atas kasusu dugaan korupsi Bupati HSU H Abduk Wahid yang juga disaksikan Penuntut Umum KPK, Titto Jaelani dan Penasehat Hukum terdakwa, Fadli Nasution

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin memvonis Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Nonaktif, H Abdul Wahid selaku terdakwa kasus dugaan korupsi suap, gratifikasi dan pencucian dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Pembacaan putusan itu dibacakan langsung oleh Hakim Ketua, Yusriansyah di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, serta didengarkan langsung Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Titto Jaelani dan Penasehat Hukum terdakwa, Fadli Nasution, Senin (15/8/2022).

“Menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan tambahan penjara selama 6 bulan,” ujarnya.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, pada putusan tersebut juga menyampaikan keputusan pihaknya untuk memutuskan agar terdakwa H Abdul Wahid tetap ditahan.

Serta menetapkan sejumlah barang bukti yang digunakan dalam persidangan agar dikembalikan kepada penuntut umum.

Putusan atau vonis yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin terbilang lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. Sebelumnya penuntut umum menuntut agar terdakwa dihukum penjara selama 9 tahun denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti sebesar Rp 26 miliar.

Hal tersebut dikarenakan ada beberapa pasal dinilai tidak terbukti dan diluar dari dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut umum.

Seperti gratifikasi dan tuntutan membayar uang pengganti sebesar Rp 26 miliar.

Selanjutnya, mendengar putusan Majelis Hakim itu, pihak jaksa penuntut KPK dan Penasehat Hukum memilih untuk pikir-pikir terlebih dahulu sebelum keputusan tersebut inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga : Dituntut 9 Tahun dan Denda Rp 500 Juta, Wahid Minta Putusan Seadil-Adilnya

Baca Juga : Dua Oknum Polisi Jadi Pelaku Begal, Modusnya Pura-Pura Razia

Ditemui seusai persidangan, Penuntut Umum KPK, Titto Jaelani mengaku mensyukuri dan menghormatinya apa yang sudah menjadi putusan Majelis Hakim.

“Kami dari Penuntut Umum KPK menghormati apapun putusan dari Majelis Hakim,” ujarnya.

Bupatu HSU Nonaktif H Abdul Wahid terdakwa kasus dugaan korupsi mengikuti sidang secara daring dari Lapas Kelas IIA Banjarmasin

Kemudian, terkait bebasnya atau tidak terbuktinya tuntutan gratifikasi dan tidak dikenakannya uang pengganti dari putusan Majelis Hakim.

Titto mengatakan, fakta-fakta yang dituntutkan menjadi gratifikasi sudah diambil alih seluruhnya oleh majelis hakim yang dimasukan ke dalam pembuktian Suap.

“Jadi dengan arti kata, kalau suap tentu ada pemberinya. Seperti Marwoto dan kawan-kawan, menurut hakim sebagai pemberi dan harus dimintakan pertanggungjawaban pidana,” imbuhnya.

Lebih lanjut, terkait pasal 18 yang tidak ada dalam dakwaan, pihaknya akan berkoordinasi atau melaporkan kepada pimpinan untuk menentukan sikap hukum selanjutnya.

Dilain sisi Penasehat Hukum terdakwa, Fadli Nasution mengatakan, bahwa tuntutan Penuntut Umum sudah jelas dengan 3 pasal yang diajukan seperti pasal 12 huruf (a) tentang suap, pasal 12 B Gratifikasi dan TPPU.

“Pledoi (Pembelaan) Penasehat Hukum jelas, pasal 12 huruf (a) tidak terbukti, 13 B Gratifikasi terbukti. Putusan Majelis pun juga jelas, pasal 12 huruf (a) terbukti, 12 B tidak terbukti, TPPU terbukti,” ujarnya.

“Jadi terbilang tidak ada gratifikasi, keseluruhan itu adalah suap,” sambungnya.

Dengan demikian, kata Fadli Nasution pihaknya menilai perkara terhadap kliennya, yaitu Bupati HSU Nonaktif H Abdul Wahid itu tidak sempurna.

Pasalnya hingga saat ini, masih menjadi pertanyaan pihaknya tentang siapa pemberi uang sebanyak miliaran rupiah tersebut.

“Sementara yang didakwakan pemberi hanya Maliki dan Marhaini yang hanya Rp 165 juta,” jelasnya.

Sedangkan TPPUnya, kata Fadli lebih dari Rp 10 miliar. Karena itu perkara terhadap kliennya dinilainya tidak sempurna sehingga menimbulkan peluang untuk mengajukan banding.

“Kalau bebas kenapa tidak dibebaskan sekalian, jadi putusan ini masih gantung. Misalkan pasal 12 B nya tidak terbukti gratifikasi, dari mana yang TPPUnya sebanyak itu,” jelasnya.

Atas dasar itu, pihaknya mengajukan pikir-pikir kepada putusan majelis hakim dan akan mengkoordinasikan kepada kliennya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

“Jadi kita akan mendiskusikan dulu ke terdakwa (H Abdul Wahid), kira kira langkah apa yang diambil,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi