BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banjarmasin menggelar sosialisasi terkait Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 6 dan Nomor 16 Tahun 2021.
Kegiatan yang digelar di aula KSOP Kelas I Banjarmasin ini, turut dihadiri sejumlah Badan Usaha Pelabuhan (BUP), Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dan sejumlah stakeholder terkait lainnya.
Disampaikan Kepala Kantor KSOP Kelas I Banjarmasin, Agustinus Maun, bahwa sosialisasi terkait PM Nomor 6 Tahun 2021 tentang tata cara penanganan dan pengangkutan barang curah padat di pelabuhan, dan PM Nomor 16 Tahun 2021 tentang tata cara penanganan dan pengangkutan barang berbahaya di pelabuhan tersebut seharusnya dilakukan di tahun 2022 lalu.
“Kalau kita baca di PM 6 itu diundangkan pada 1 Maret 2021. Satu tahun setelah itu sudah harus diberlakukan. Sedangkan PM 16 itu diundangkan pada 29 April 2021,” ucapnya, Kamis (16/2/2023).
“Kita di Banjarmasin ini terlambat. Ya lebih baik terlambat disampaikan, dari pada tidak sama sekali,” sambungnya.
Baca Juga : KSOP Banjarmasin Ungkap Dugaan Penyebab Tabrakan KM DHARMA RUCITRA 1 dengan Tongkang
Baca Juga : Operasi Keselamatan Intan 2023, Satlantas Banjarmasin Bidik Pelaku Balap Liar dan Knalpot Brong
Ia menjelaskan apa inti dari PM Nomor 6 dan Nomor 16 tersebut. Karena Indonesia sebagai anggota dari International Maritime Organization (IMO) mempunyai kewajiban untuk meretifikasi semua konvensi termasik produk-produknya, termasuk International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code).
“IMDG Code itu mengatur tentang bagaimana penanganan barang berbahaya yang diatur dalam 9 kelas. Mulai dari bahan peledak hingga barang Miscellaneous Dangerous Goods yaitu bahan padat atau cair yang memiliki sifat iritasi,” jelasnya.
Untuk itu ia mengimbau kepada para perusahaan untuk memilah jenis barangnya sesuai dengan kelas yang telah ditetapkan sesuai dengan PM 6 dan 16 Tahun 2021.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa bagi para BUP, Terminal Khusus (Tersus) maupun Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang menangani peti kemas, untuk tenaga kerja atau Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), PBM dan Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) juga diwajibkan memiliki sertifikasi dan pelatihan.
“Nanti akan ada pelatihan yang dilaksanakan lembaga yang ditunjuk oleh otoritas berwenang dalam rangka meningkatkan kompetensi kepada tenaga kerja yang menangani barang berbahaya,” bebernya.
“Sehingga penanganan barang berbahaya di pelabuhan atau di kapal itu bisa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan,” tambahnya.
Kenapa harus memiliki kompetensi? Menurut Agustinus, penanganan barang berbahaya tersebut harus dilakukan sesuai dengan prosedur sesuai dengan ketentuan yang benar.
“Bayangkan apabila tenaga kerjanya tidak mengerti. Misalkan bahan berbahaya kelas 3 yakni bahan cair mudah terbakar ditaruh dekat bahan berbahaya kelas 1 yakni bahan peledak. Tentunta akan sangat berbahaya,” tuturnya.
Untuk itu menurutnya hal ini harus ditangani dengan sangat baik. Kalau mengacu pada PM 16 atau di IMDG Code, bagaimana segregasi muatan tersebut.
“Tujuannya ini yakni adalah untuk keselamatan dan keamanan pelayaran. Kalau saya lebih dari itu, yaitu bagaimana melindung jiwa sebenarnya,” pungkasnya.(fachrul)
Editor : Amran