Pesawat Pertama di Langit Borneo, Caudron dan Ambisi Poulet Terbang Dua Benua (bagian 2-habis)

pesawat Poulet mengudara di atas lapangan sungai tabuk (sumber Mansyur)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Masih tentang Pesawat Udara Caudron G-3 dengan pilot dari Prancis, Etienne Poulet mendarat pertama kalinya di Bumi Antasari. Cerita menarik yang kala itu membuat semua orang Banjar takjub karena

Dilanjutkan, Mansyur Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang mengungkapkan bagaimana cerita pesawat Pesawat Caudron G-3 ini dan ambisi poulet untuk menyeberangi benua.

The Caudron G-3 adalah satu dari pesawat bermesin Perancis biplane diproduksi Pabrikan Caudron. Banyak digunakan dalam Perang Dunia I sebagai pesawat pengintai dan latihan.

“Caudron G-3 dirancang oleh René dan Gaston Caudron sebagai pengembangan dari Caudron G-2 yang sebelumnya untuk penggunaan militer,” jelas Mansyur, Minggu (11/9/2022).

Pesawat itu, pertama kali melakukan penerbangan pada Mei 1914 di Aerodrome Le Crotoy, Perancis. Pesawat itu lalu dipesan dalam jumlah besar setelah pecahnya Perang Dunia Pertama.

Poulet saat hendak melakukan penerbangan (sumber: Mansyur)

Pabrikan pesawat Caudron pada era itu memproduksi sekitar 1.423 unit dari keseluruhan yakni 2.450 unit pesawat yang dibuat di Perancis. Sementara itu, penerbang Etienne Douard Poulet adalah pelopor penerbangan Prancis.

“Poulet lahir pada 10 Juni 1890 di Château d’Isenghien Lomme, Perancis. Tienne Poulet menerima sertifikat pilotnya pada 12 Januari 1912 di Aéro-club de France. Dari tahun 1913, dia mengejutkan pers nasional, ketika beratraksi dengan terbang “terbalik”, yang hanya bisa dilakukan oleh dua pilot di eranya, menurut koran Le Figaro, 4 Oktober 1913,” ungkapnya.

Setelah beberapa kali mencoba, pada 8 April 1914, ia terbang dengan pesawat selama 12 jam berturut-turut. Antara wilayah Étampes dan Gidy. Berikutnya memecahkan rekor dunia untuk waktu penerbangan non-stop, dengan waktu 16 jam 28 menit dan 56 detik (atau 936,8 km) pada 26 April 1914.

Rekor sebelumnya dipegang Alsatian Karl Ingold dari Jerman. Sebelumnya Ingold pada 7 Februari 1914 menarbangkan pesawat selama 16 jam 20 menit.

“Etienne Poulet juga memegang rekor menerbangkan pesawat dengan ketinggian, mengangkut dua dan tiga penumpang,” tuturnya.

Baca Juga : Pesawat Pertama di Langit Borneo Mendarat di Sungai Tabuk: Bagian 1

Baca Juga : Atasi Limbah Lumpur, PDAM Bandarmasih Bakal Bangun Decanter

Tepatnya, kata Mansyur pada Mei 1915, penerbang Prancis Etienne Poulet memecahkan rekor ketinggian dengan 3 penumpang, mencapai ketinggian 5.850 m (19.226 kaki).

Sedangkan Caudron adalah salah satu dari sedikit pesawat bermesin ganda yang dapat terbang walaupun satu mesin berhenti atau mati.

Dengan dua mesin dan area sayap yang besar, memiliki tenaga yang cukup untuk memecahkan rekor ketinggian. Hal ini membuatnya menjadi penerima penghargaan Legion of Honor.

Poulet juga berambisi mengadakan penerbangan antar benua Eropa ke Benua Australia, yakni dari Paris-Melbourne. Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, ia mencoba menghubungkan penerbangan Paris ke Melbourne, Australia, dengan pesawat Caudron.

Ia lepas landas dari Villacoublay pada 14 Oktober 1919, bersama dengan mekanik dan temannya Jean Benoist. Penerbangan di mana ia bersaing memperebutkan eksistensi dengan penerbang lain, dipublikasikan di banyak media.

Tiga hari kemudian, lanjut Mansyur pada 17 Desember, Surat Kabar La Croix melaporkan bahwa pesawat yang dipilotinya mendarat darurat di Rangoon karena mengalami kerusakan teknis.

“Etienne Poulet dianggap gagal karena masalah mekanis. Saat terbang di atas Burma (Siam), kawanan burung hering menabrak baling-baling pesawat dan karena kendala angin. Demikian dilaporkan media Le Figaro, pada 19 Desember,” ungkap Mansyur.

Karena itulah Poulet berencana pulang ke Perancis. Kepulangannya diumumkan melalui telegram di 28 Januari 1920, dengan menumpang Kapal Laut Gloucestershire, menuju Pelabuhan Marseille.

“Ini sebenarnya kesalahan, karena adanya kebingungan (kemiripan) nama pada telegram. Padahal sebenarnya sang penerbang masih di Rangoon. Hingga bulan Juni 1920, Poulet masih di sana, dalam rangka serah terima pesawat baru untuk melanjutkan perjalanannya ke Australia,” sambungnya.

Lalu, pada 8 September 1920, Surat Kabar Le Gaulois dalam artikel ringkas menuliskan “kami diberitahu dari Djojakarta (Jawa) bahwa penerbang Poulet, setelah memperbaiki pesawatnya, baru saja berangkat untuk menyelesaikan penerbangan Paris-Melbourne (Australia).

“Sebelumnya, pada bulan Desember tahun yang sama ia terbang di atas Pulau Kalimantan atau Borneo. Dari artikel inilah yang memberikan informasi tambahan bahwa penerbang Perancis ini menyinggahi wilayah Banjarmasin, sebelum akhirnya melanjutkan penerbangan ke Sumatera, Jawa dan Australia,” tuturnya.

“Poulet sempat tinggal beberapa tahun di Asia. Pada tahun 1924, selama konflik di Cina, dia tinggal di Moukden (Shenyang). Rencananya ia akan menjadi instruktur angkatan udara di bawah arahan Panglima Zhang Zuolin,” sambungnya.

Kemudian Etienne Poulet tinggal selama bertahun-tahun di Indochina yang berada dalam hegemoni Perancis (Saigon, Hanoi, Phnom-Penh), di mana ia sering melakukan demonstrasi udara.

Poulet kembali ke Perancis setelah perang Indochina berakhir. Dia meninggal pada 9 September 1960 di Paris.

“Pada Oktober 2018, Pemerintah Perancis memutuskan untuk memberi penghormatan kepadanya dengan membuat jalan atas nama Poulet dalam rangkaian proyek pembangunan perkotaan di area Rue de Lompret,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran