Pengadaaan Insinerator Idealnya Tanggung Jawab DLH

Pengadaaan Insinerator Idealnya Tanggung Jawab DLH. (foto : klikkalsel)

BANJARMASIN, klikkalsel – Tanggung jawab pengadaan insinerator masih bingung, antara Dinas Kesehatan selaku penanggung jawab Rumah Sakit Sultan Suriansyah atau Dinas Lingkungan Hidup sebagai pengelola TPA.

Padahal anggaran Rp5 miliar sudah dialokasikan, termasuk lokasi untuk pembangunan pemusnah limbah medis tersebut sudah disiapkan, yakni di Tempat Pembuangan akhir (TPA) Basirih.

Wakil Ketua DPRD Banjarmasin H Suprayogi memaklumi ada kebingungan dari Pemko Banjarmasin untuk mengerjakan pembangunan insinerator. Itu seiribg aturan main dari pusat berubah-ubah.

Setahu dia, proyek RS di Jalan Rantauan Darat tersebut mulanya ada di Dinas Perumahan dan Permukiman, lalu dialihkan ke Dinas Kesehatan. Belakangan muncul lagi aturan, sehingga pengerjaan RS tersebut diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

“Akhirnya bolak-balik. Yang saya baca, jangankan rumah sakit, sekolah dan pasar saja kini harus dibangun oleh PU. Bukan lagi oleh dinas teknis terkait,” imbuh politisi PDIP tersebut.

Pun demikian, Ketua DPC PDIP Banjarmasin ini menginginkan insinerator tetap dibangun. Sebab, alat itu keperluan wajib bagi penanganan sampah medis dari rumah sakit dan puskesmas di kota ini.

Lagipula, kata dia, insinerator bisa menghasilkan income bagi pendapatan daerah. “Pemko bisa memungut bayaran, ketika ada rumah sakit swasta yang mengirimkan sampah medisnya untuk dibakar di TPA Basirih,” jelasnya.

Ia merasa pembangunan insinerator paling pas dikerjakan DLH. “Idealnya Dinas LH yang menangani ini. Karena TPA berada dibawah naungan LH,” tukas Suprayogi.

Sementara itu, Kepala DLH Banjarmasin, Mukhyar membenarkan kebingungan tersebut. “Saya sudah konsultasi ke kementerian. Jawabannya, LH bukanlah pengepul sampah medis. Jawaban itu mengisyaratkan insinerator harus ditangani Dinkes. Bukan LH,” sebutnya.

Walau begitu, ia tidak mau buru-buru mengambil kesimpulan, karena masih mempelajari regulasinya. “DLH juga tak masalah jika pengadaan alat itu diserahkan ke dinasnya. Lagipula ini cuma pengadaan, artinya membeli, bukan membangun insinerator. Prinsipnya, apakah LH atau Dinkes, insinerator wajib ada. Tak bisa ditawar-tawar,” tegas Mukhyar

Insenarator itu wajib dilengkapi dokumen Amdal (analisis dampak lingkungan), dengan biaya kisaran Rp500 juta.

Sementara TPA Basirih dijadikan lokasi penempatan insinerator karena keberadaan RS Sultan Suriansyah dekat dengan pemukiman warga, jadi tak memungkinkan ditempatkan insinerator, mengingat ada aturan alat itu berjarak 300 meter dari permukiman warga. DLH sendiri sudah menyediakan lahan seluas lima hektar di samping TPA. (*)

Tinggalkan Balasan