Pencemaran Sungai dari Bakteri E.Coli di Banjarmasin Masuk Kadar Berbahaya

Rumah warga yang berada di kawasan bantaran sungai di Banjarmasin

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Pencemaran sungai di Banjarmasin menjadi masalah serius yang harus sesegera diatasi oleh Pemko Banjarmasin.

Banjarmasin kota yang di juluki sebagai kota Seribu Sungai menjadikan sungai sebagai tempat beraktivitas sehari-hari.

Mulai dari perdagangan sampai keperluan rumah tangga dan pastinya air sungai sangat diperlukan bagi masyarakat di Banjarmasin.

Banyak terdapat sungai-sungai besar yang bermuara dari kota ini seperti Sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Negara, dan juga Sungai Tabalong.

Di Banjarmasin ini pula banyak terdapat sungai-sungai kecil yang sering dipakai masyarakat untuk beraktivitas contohnya saja Sungai Mulawarman, Sungai Kuin, Sungai Jingah, Sungai Teluk Dalam, Sungai
Basirih.

Sungai yang seharusnya menjadi tempat sumber air untuk beraktivitas, sekarang kondisinya sudah tercemar berat.

Sebagai contoh sungai Teluk Dalam yang memiliki lebar 0-63m dan panjang 3.428m itu kualitas airnya sudah dalam keadaan buruk. Kebersihan sungai Teluk Dalam sangat memprihatinkan dan kualitas airnya sudah tidak layak untuk diminum.

Limbah Sampah, limbah domestik dan limbah industri merupakan penyebab utama pencemaran air sungai dan penyebab utama limbah terbuang sembarangan ke
sungai adalah kurangnya kepedulian dan bertambahnya jumlah penduduk.

Kemudian banyaknya jembatan yang melewati sungai-sungai di Banjarmasin ini membuat menumpuknya limbah plastik dan limbah domestik lainnya yang membuat kualitas air sungai menjadi buruk.

Tentunya permasalahan sampah
ini tak luput dari kurangnya kesadaran masyarakat Banjarmasin khususnya masyarakat yang tinggal di daerah bantaran sungai.

Terlepas dari hal tersebut, faktor lain yakni yang membuat tingginya pencemaran sungai di Banjarmasin yakni pembuangan limbah, baik itu limbah rumah tangga maupun limbah industri.

Pengamat Lingkungan Banjarmasin, Hamdi, mengatakan bahwa, pencemaran air sungai cukup tinggi yaitu diantara tercemar berat sampai sedang dan yang tertinggi itu adalah bakteri Escherichia coli (E.coli)

“Setahu saya dulu yang menjadi penyumbang terbesar itu adalah rumah tangga sekitar 51 persen,” ucapnya.

“Kemudian ranking kedua adalah dari sektor pertanian dalam arti luas yaitu perikanan dan peternakan yang. ketiga baru sektor industri,” sambungnya.

Baca Juga : Drinase dan Sampah Masih Menjadi Problem di 2 Tahun Kepemimpinan Ibnu-Arifin, Sudah Benarkah Pembangunan di Kota Banjarmasin?

Baca Juga : DPRD Banjarmasin Apresiasi Pendapatan Daerah 2022 Mencapai 97,85 Persen

Dengan tingginya pencemaran sungai dari limbah rumah tangga tersebut tentu sumbernya dari BAB, mandi dan mencuci.

“Karena sebagian besar rumah tangga kita masih menggunakan aseptik tank yang tidak standar sehingga terjadi rembesan,” ujarnya.

“Sementara lahan kita ini rawa dengan demikian akhirnya ke air sungai. Indikasi tidak standar itu jelas sekali dimana WC/Toilet kita rata tidak pernah penuh,” jelasnya lagi.

Kemudian pencemaran sungai lain yakni dari perikanan, hal itu terjadi dari aktivitas keramba jaring apung. Dimana pada saat menabur pakan ikan, tidak semuanya termakan oleh ikan, sehingga menjadi bahan pencemar.

Lalu dari peternakan itu bersumber dari kegiatan Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Unggas (RPU), yang mana dalam hal ini darah dan kotoran nya berakhir ke sungai.

“Sebenarnya kita berharap kepada Perusahaan Umum (PERUM) Pengelola Air Limbah Daerah (PALD) agar bisa berperan dalam menurunkan pencemaran dari rumah tangga,” bebernya.

“Tapi nyatanya pelanggan baru PALD itu setahun tidak sampai seratus rumah tangga. Sebulannya tidak sampai 10 rumah, bahkan sampai saat ini sejak berdiri tidak sampai 5 persen dari jumlah rumah tangga di Banjarmasin,” lanjutnya.

Untuk itu menurut Hamdi, dengan tingkat kepadatan penduduk di Banjarmasin, dan masih banyaknya rumah yang berada di bantaran sungai, perlunya ada kebijakan untuk memberikan ketegasan kepada si pemilik rumah atau penyedia jasa agar bisa membuat WC/toilet dengan septik tank yang standar atau komunal.

“Jadi rumah-rumah yang akan dibangun baik perorangan ataupun oleh pengembang harus menggunakan septik tank komunal,” tuturnya.

“Nanti kalo sudah penuh disedot oleh Perum PALD. Itu apabila kalau kita ingin adanya peningkatan kualitas air sungai kita secara signifikan,” tambahnya.

Selain itu menurut Hamdi, dengan kondisi sungai di Banjarmasin yang selalu mengalami pasang surut, tentunya pencemaran sungai dan penguraian bakteri E.coli bisa lebih cepat.

“Dengan kondisi wilayah kita pasang surut ini akan semakin berat karena arus air bolak balik,” paparnya.

Lantas langkah apa yang harus dilakukan oleh Pemko Banjarmasin untuk mengurangi permasalahan pencemaran sungai ini?

Menjawab hal tersebut, Hamdi mengatakan bahwa solusi yang harus dilakukan oleh Pemko Banjarmasin yakni melakukan pengawasan secara berkelanjutan terhadap sumber pencemar terutama dari sumber institusi seperti hotel restoran, industri kemudian untuk rumah tangga.

“Salah satunya juga yaitu perlu ada aturan baru berupa Perda bahwa setiap bangunan baru tidak diperkenankan untuk membangun septik tank tidak standar,” bebernya.

“Setiap rumah harus dibuatkan septik komunal yang bisa menampung 5 hingga 10 rumah,” tambahnya lagi.

Sekedar diketahui, Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan DLH Kota Banjarmasin, Khuzaimi mengatakan penyebaran bakteri E.coli di sungai yang ada di Banjarmasin sudah masuk dalam kadar yang berbahaya.

“Kadar bakteri E.coli di sungai yang ada di Banjarmasin ini sudah berada di tingkat sedang keatas atau bisa dikatakan lumayan tinggi,” jelasnya.

Bahkan, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi, tidak memungkiri terkait tingginya pencemaran sungai dan bakteri E.coli di sungai Banjarmasin.

“Memang kita akui tingkat E.coli di sungai kita di Banjarmasin ini cukup tinggi, dan ditingkat yang mengkhawatirkan. Artinya pencemaran sungai ini sangat membahayakan bagi kesehatan warga,” tuturnya.

Tentunya dengan hal ini sangat banyak faktor dan upaya yang harus dilakukan oleh Pemko Banjarmasin baik jangka pendek maupun jangka panjang.

“Untuk jangka pendeknya memberikan kegiatan ataupun membuat program-program yang berhubungan terhadap kebersihan lingkungan,” ungkapnya.

Dengan terjadinya pendangkalan dan penyempitan sungai juga menurutnya menimbulkan indeks kualitas air sungai di Banjarmasin sudah tidak seperti dahulu lagi.

“Untuk itu kita harus sesegeranya membuat program yang bersinergi dengan pemerintah Provinsi dan pemerintah Pusat. Untuk membuat sanitasi di Banjarmasin menjadi lebih baik,” tuturnya.

“Tetapi program itu harus dilaksanakan bersamaan. Karena sungai tidak hanya berada di Banjarmasin, tetapi di beberapa wilayah lain di Kalsel seperti Kabupaten Banjar dan Barito Kuala,” tambahnya.

Sedangkan untuk upaya jangka panjangnya menurut Afrizaldi, Pemerintah harus bisa membuat permasalahan ini menjadi sebagai suatu permasalahan bersama.

“Jadi masyarakat itu harus diberikan sosialisasi untuk memanajemen mindsetnya bahwa permasalahan pencemaran sungai ini permasalahan kita bersama,” terangnya.

“Artinya bukan cuma permasalahan pemerintah tetapi juga permasalahan seluruh warga kota Banjarmasin dan daerah kabupaten tetangga lainnya,” sambungnya lagi.

Apabila melihat kondisi pencemaran sungai saat ini, di kawasan padat penduduk, khususnya Kecamatan Banjarmasin selatan yang berada di bantaran sungai, masih banyak jamban yang membuang limbahnya langsung ke sungai.

Lantas bagaimana untuk bisa menata kawasan tersebut agar tidak lagi ada pencemaran yang ditimbulkan?

Menjawab hal tersebut, Afrizal mengatakan bahwa di Pemko Banjarmasin ada memiliki bidang sungai. Tetapi mereka (bidang sungai) tersebut terkendala dengan banyaknya rumah-rumah yang telah memakan badan sungai.

Untuk itu menurutnya, bangunan atau rumah tersebut harus diterapkan terlebih dahulu.

“Nanti kita maksimalkan kerjanya untuk normalisasi sungai tersebut setelah itu selesai baru kita penertiban terkait WC atau jamban yang membuang limbahnya ke sungai langsung,” tegasnya.

“Intinya untuk mengatasi permasalahan ini harus ada fokus anggaran bukan cuma bisa dilaksanakan periode anggaran, tetapi harus berkelanjutan,” lanjutnya.

“Juga program itu harus disuport oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah pusat. Jadi loby-loby dan jemput bola terhadap program penanggulangan lingkungan dari pemerintah pusat itu harus dilakukan,” tandasnya.(fachrul)

Editor : Amran